Advertisement
Jejak Pendidikan- Sejarah penulisan dan penyusunan Metode Qiro’ati membutuhkan perjalanan waktu yang cukup lama dengan usaha, penelitian, pengamatan dan uji coba selama bertahun-tahun. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran Ustadz H. Dachlan Salim Zarkasyi selalu mengadakan penelitian dan pengamatan pada majelis-majelis tadarus Al-Qur’an di musholla-musholla, di masjid-masjid ataupun di majelis tadarus Al-Qur’an. Dari hasil pengamatan dan penelitian ini beliau mendapatkan masukan-masukan dalam penyusunan Qiro’ati, dimana hal-hal yang perlu dan penting diketahui dan dipelajari oleh anak didik beliau tulis beserta contoh-contohnya yang kemudian diujicobakan kepada mereka. Sehingga dengan demikian penyusun metode Qiro’ati ini mempunyai gerak yang dinamis sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan serta kenyataan di lapangan.
Bermula dari panggilan hati Ustadz H. Salim Zarkasyi seorang muslim untuk mengajar ngaji kepada anak-anaknya sendiri dan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya. Beliau mengajar ngaji dengan menggunakan kitab (Metode/kaidah baghdadiyyah) sebagaimana umumnya guru-guru ngaji indonesia.
Namun ternyata dalam mengajar dengan kitab Turutan ini beliau merasa kurang puas karena tidak diperoleh hasil yang memuaskan. Dimana anak hanya cenderung sekedar menghafal dan tidak memahami masing-masing huruf, sehingga anak tidak mampu membaca mandiri, tetapi selalu di tuntun dalam membaca Al-Qur’an.
Dari rasa tidak puas dengan kitab Turutan ini, timbul gagasan pemikiran bagaimana cara mengajarkan bacaan Al- Qur’an kepada anak-anak dengan cara yang lebih praktis/mudah dan berhasil membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Untuk itu beliau mencoba membeli buku-buku yang katanya praktis dan memudahkan orang belajar membaca Al-Qur’an. Sebelum diajarkan kepada anak didiknya, beliau teliti dan dipelajari terlebih dahulu, ternyata tidak ada satupun buku yang berkenan di hati beliau, karena dalam buku-buku tersebut hanya diajarkan sekedar dapat membaca huruf-huruf Al-Qur’an dan tidak akan dapat menghasilkan anak dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
Oleh karena itu tercetuslah suatu gagasan untuk menyusun dan menulis sendiri metode pengajaran ilmu baca Al-Qur’an yang berbeda dengan metode-metode yang sudah pernah ada tersebut.
Dengan dorongan keinginan hati yang sangat kuat untuk mengajarkan Al-Qur’an dengan cara yang baik/benar dan berhasil, serta dengan keberanian yang didukung oleh Inayah dan hidayah Allah, Ustadz Dachlan mulai mencoba menyusun dan menulis sendiri metode yang dikehendakinya itu.
Agar anak didiknya mudah membaca dan betul-betul mengerti dan memahaminya, maka oleh beliau dicobalah menyusun pelajaran dan “bunyi” bacaan huruf-huruf Hijaiyah yang sudah ber-harakat (bertanda baca) “fathah”. Dalam pelajaran ini anak didik tidak boleh mengeja, tetapi langsung membaca bunyi huruf yang sudah ber-harakat fathah tersebut. Sejak awal anak sudah diharuskan dan dituntut membaca dengan lancar, yakni cepat, tepat, dan benar. Dengan demikian, secara tidak langsung anak harus mengerti dan memahami masing-masing huruf Hijaiyyah.
Dengan penuh kesabaran dan ketelitian, satu huruf demi satu huruf beliau coba untuk di ajarkan kepada anak didiknya. Agar anak terlatih dan dapat membaca dengan baik dan benar, maka setiap contoh bacaannya diambilkan dari kalimat-kalimat yang ada dalam Al-Qur’an dan juga kalimat-kalimat dari bahasa “Arab”.
Setelah anak-anak lancar membaca dengan huruf Hijaiyyah ber-harakat fathah, kemudian dicoba dengan huruf-huruf yang ber-harkat kasrah, dhummah, fathah tanwin, kasrah tanwin dan dhummah tanwin.
Bermula dari panggilan hati Ustadz H. Salim Zarkasyi seorang muslim untuk mengajar ngaji kepada anak-anaknya sendiri dan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya. Beliau mengajar ngaji dengan menggunakan kitab (Metode/kaidah baghdadiyyah) sebagaimana umumnya guru-guru ngaji indonesia.
Namun ternyata dalam mengajar dengan kitab Turutan ini beliau merasa kurang puas karena tidak diperoleh hasil yang memuaskan. Dimana anak hanya cenderung sekedar menghafal dan tidak memahami masing-masing huruf, sehingga anak tidak mampu membaca mandiri, tetapi selalu di tuntun dalam membaca Al-Qur’an.
Dari rasa tidak puas dengan kitab Turutan ini, timbul gagasan pemikiran bagaimana cara mengajarkan bacaan Al- Qur’an kepada anak-anak dengan cara yang lebih praktis/mudah dan berhasil membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Untuk itu beliau mencoba membeli buku-buku yang katanya praktis dan memudahkan orang belajar membaca Al-Qur’an. Sebelum diajarkan kepada anak didiknya, beliau teliti dan dipelajari terlebih dahulu, ternyata tidak ada satupun buku yang berkenan di hati beliau, karena dalam buku-buku tersebut hanya diajarkan sekedar dapat membaca huruf-huruf Al-Qur’an dan tidak akan dapat menghasilkan anak dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
Oleh karena itu tercetuslah suatu gagasan untuk menyusun dan menulis sendiri metode pengajaran ilmu baca Al-Qur’an yang berbeda dengan metode-metode yang sudah pernah ada tersebut.
Dengan dorongan keinginan hati yang sangat kuat untuk mengajarkan Al-Qur’an dengan cara yang baik/benar dan berhasil, serta dengan keberanian yang didukung oleh Inayah dan hidayah Allah, Ustadz Dachlan mulai mencoba menyusun dan menulis sendiri metode yang dikehendakinya itu.
Agar anak didiknya mudah membaca dan betul-betul mengerti dan memahaminya, maka oleh beliau dicobalah menyusun pelajaran dan “bunyi” bacaan huruf-huruf Hijaiyah yang sudah ber-harakat (bertanda baca) “fathah”. Dalam pelajaran ini anak didik tidak boleh mengeja, tetapi langsung membaca bunyi huruf yang sudah ber-harakat fathah tersebut. Sejak awal anak sudah diharuskan dan dituntut membaca dengan lancar, yakni cepat, tepat, dan benar. Dengan demikian, secara tidak langsung anak harus mengerti dan memahami masing-masing huruf Hijaiyyah.
Dengan penuh kesabaran dan ketelitian, satu huruf demi satu huruf beliau coba untuk di ajarkan kepada anak didiknya. Agar anak terlatih dan dapat membaca dengan baik dan benar, maka setiap contoh bacaannya diambilkan dari kalimat-kalimat yang ada dalam Al-Qur’an dan juga kalimat-kalimat dari bahasa “Arab”.
Setelah anak-anak lancar membaca dengan huruf Hijaiyyah ber-harakat fathah, kemudian dicoba dengan huruf-huruf yang ber-harkat kasrah, dhummah, fathah tanwin, kasrah tanwin dan dhummah tanwin.