ئََا خََهَقۡجُ ٱَنۡجِ ٱٍَََََّٔلِۡۡ ظَََ إَِلََّّ نَِيَعۡبُذُ ٦٥ٌَِٔ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariat/51: 56).Demikianlah beberapa tujuan pendidikan menurut Ibnu Qayyim yang secara umum dapat kita simpulkan dan klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, diantaranya:
a. Ahdaf Jismiyah (tujuan yang berkaitan dengan badan)
Diadakannya sebuah pendidikan adalah untuk menjaga kesehatan anak didik, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Ibnu Qayyim kepada orang tua, “hendaklah seorang bayi itu disusukan kepada orang lain, karena air susu ibunya dihari pertama melahirkan sampai hari ketiga masih bercampur dan kurang bersih serta masih terlalu kasar bagi sang bayi yang hal ini akan membahayakan bayi.Termasuk dari Ahdaf Jismiyah yang hendak diwujudkan oleh kerja tarbiyah adalah selalu memperhatikan dan mengawasi dalam berbagai makanan dan minumannya, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Ibnu Qayyim, “
ويََُنِّبُهوَُ فَُضُهالَ عَه،مِ لَ وَ ه مِ لَ وَ مَنَه،مِ لَ وَ ه، هةَِ
لََنَاهَه،مِ لَ فََه ن سَه، رََ ذَِْ ىََه هََِ فُضَه لََِِ ىَِه تَهفَُاَْ عََُِلَى عَبَْدِ خََ رََ دَُ نََاْهيََ،هَُ وَآخِرَ تَِوَِ
Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan atau seenaknya, karena akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.”
Hendaklah para orang tua itu tidak membiarkan anak-anaknya mengkonsumsi makanan dan minuman secara berlebihan. Hal itu demi menjaga terbentuknya pencernaannya dan keteraturan cara kerjanya yang sudah diketahui bahwa sehatnya badan itu tergantung pada tepatnya kerja pencernaan tersebut. Dengan tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan dan minuman akan mengurangi penyakit, karena dalam tubuh tidak tertimbun sisa-sisa makanan.
b. Ahdad Akhlakiyah (tujuan yang berkaitan dengan pembinaan akhlak)
Menurut Ibnu Qayyim, kebahagiaan akan dapat diraih dengan terhiasinya diri dengan akhlak mulia dan terjauhkannya dari akhlak buruk. Oleh karena itu, beliau sangan mewanti-wanti menasihati para murabbi agar tidak memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk berkhianat dan berbohong, maka akan hancurlah kebahagiaannya, baik didunia maupun diakhirat, dan anak tersebut akan terhalangi untuk mendapatkan seluruh kebahagiaan yang semestinya dapat diraihnya, jika ia tidak berbohong dan berkhianat.Ibnu Qayyim berkata:
ومم، يَحت،ج يو فل غَ،ية لإحتج،ج لعتن،ء بَأمرَ
خلقول فَ نَاو يَنشأ عَم، عَاده لمربي فَى صَغره مَنحرل
Anak kecil di masa kanak-kanaknya sangat membutuhkan seseorang yang membina dan membentuk akhlaknya, karena ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan (yang ditanamkan oleh para pendidik).
c. Ahdaf Fikriyah (tujuan yang berkaitan dengan pembinaan akal)
Pendidikan yang baik ialah yang bertujuan untuk membina dan menjaga anak dan pemikiran anak didiknya. Ibnu Qayyim menyebutkan masalah ini dalam sebuah pernyataan,“ yang perlu diperhatikan oleh murabbi adalah agar mereka sama sekali tidak memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk berinteraksi dengan sesuatu yang membahayakan dan merusak akalnya, seperti: minum-minuman yang memabukkan, narkoba, dan hendaknya anak didik dijauhkan dari pergaulan dengan orang-orang yang dikhawatirkan akan merusak jiwanya, dan dijauhkan dari melakukan pembicaraan dan memegang sesuatu yang akan merusak jiwanya, sebab semua itu akan menjatuhaknnya ke lembah kehancuran.Ketahuilah, jika sekali saja terbuka kesempatan bagi sang anak untuk melakukan perbuatan tersebut, maka akan terbiasa melakukan perbuatan yang hina dan kotor seperti zinah, mucikari, dan sebagainya, padahal tidak akan masuk surga orang-orang yang berbuat zinah. Sejak anak dilahirkan Islam telah memerintahkan kepada para pendidik untuk mengajarkan dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat menjadi seorang manusia yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh pertimbangan dan berkemauan tinggi. karena itu Ibnu Qayyim memandang pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya intelektual anak
Ibnu Qayyim berkata:
ومِم ، يَهنَََْبَغَِ أََنْ يَهعََْتَمِدَ حََ،لَ صبِِّ وَمَ، ىَُاَ مَُسْتَعَِدٌَ وَُ مَِنََ
لََْعْمَ،لِ وَمُهَي أَُ وَُ مَِنْههَ،ل فََهيََهعَْلَمُ أَََ نََا وَُ لُاَْقٌَ وَُ فََ يََحْمِلُوََُ
عَلَى غََيرِهَِ مََ، كََ،نَ مََأْذَُونَا،ً فَِيوِ شََرْعً،ل فََ نََا و إَِنْ حَََِلَ عََلَىَ
غَيْرِ مََ، ىَُاَ مَُسْتَعَِدٌَ وَُ لَََْ يَهفََْلَحْ فَِيوِ وَفَ، تََوَُ مََ، ىَُاَ مَُهَي أٌَ وَ
ل فََ ذ رَآهَُ حَُسْنَ فَهْمِ صََحَِيحَ لْإِدْ رََ كِ جََيِّدَ لَِْفْظَِ
و عِي،ًل فَهَ هِ مَِنْ عََ مَ، قَِِبُا وِ وَََتههَََُيَِّؤُهَُ مُعَلِّمُ لََ
يَهنَْهقَشَوَُ ذَِْ اْحِ قََهلََْبِوِ مََ،دَ مَ خََ، ي،ًَ
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati.
Pernyataan tersebut sungguh jelas menyatakan bahwasannya sebagai pendidik seharusnya memperhatikan pola pikir anak ataupun pemahaman anak tentang sebuah materi pelajaran. Jangan sampai pendidik mengajarkan materi materi pendidikan yang mana materi tersebut diluar batas kemampuan seorang peserta didik.
d. Ahdaf Maslakiyah (tujuan yang berkaitan dengan skill)
Dalam pandangan Ibnu Qayyim, pendidikan harus memiliki tujuan menyingkap bakat dan keahlian (skill) yang tersimpan dalam diri seorang anak. Kemudian setelah diketahui bakat anak didiknya, maka segera diadakan pembinaan dan pengarahan kepada bidang-bidang yang sesuai dan baik yang akan mewujudkan kemaslahatan diri dan ummat manusia secara keseluruhan.Apa yang dinyatakan Ibnu Qayyim ini bisa kita lihat dalam sebuah pernyataan “Diantara hal yang seharusnya diperhatikan adalah potensi dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing anak. Sebab ia dilahirkan dengan membawa bakat masing-masing. Asal jangan menggiring anak kepada sesuatu yang diharamkan syariat. Jika anak dipaksa melakukan dan menekuni sesuatu yang tidak menjadi bakat atau kecenderungannya, maka ia tidak akan berhasil, bahkan bisa kehilangan bakatnya.”
Ibnu Qayyim memandang pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya skill anak. Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata dalam kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd:
ومِم ، يَهنَََْبَغ أََنْ يَهعََْتَمِدَ حََ،لَ صبِِّ وَمَ، ىَُاَ مَُسْتَعَِدَُ وَُ مَِنََ
لعْمَ،لِ وَمُهَي أ و مَِنْههَ،ل فَيعْلَمُ أَ نََا و مََ ا قَ و فََ يَحْمِلُو عََلَى غََيرِه مََ، كََ،نَ مََأْذونَا،ً فَِيوِ شََرْعً،ل فََ نََا و إَِنْ حَِلََ
عَلَى غََيْرِ مََ، ىَُاَ مَُسْتَعد و لََ يَفْلَحْ فَِيوِ وَفَ، تََو مََ، ىَُاَ مَُهَي أَ
و لَ فََ ذ رَآه حَُسْنَ فَهَْمِ صََحِيحَ لْإِدْ رََ كِ جََيِّدَ لْْفْظَِ
و عِي،ًل فَهَ هِ مَِنْ عََ مَ، قَِِبُا وِ وَتهيؤُه مُعَلِّمُ لَ ينْهقَشَوَ
ذِْ اْحِ قَلبِوِ مََ،دَ مَ خََ، ي،ًل فََ نََا و يَتَمَ نُ فَِيوِ وَ يََسْتَقِرَ
ويزْكُاْ مََعَو لَ وَإِنَاْهرَآه بَِِِ فِ ذَ كَ مَِنْكَلِّ وََجْو وَىُاَمُسْتَعدَ
لفُرُوسِي ةِ لَ وَأَسْبَ،بهُ،َ مَِنَ ركُابِ وَ رمْ وَ ل عْبِ بَِ، رمْحِ لََ
وإِ نََا و لَنَافَ،ذ و فَِى علمِ وََلَ يَُُْلَقْ و لَ مََ نَو مَِنْ أََسْبَ،بِ فُرُ وَسِي ةِ وَ ت مَرنِ عََلَيْههَ، فََ نََا و أََنَافَعُ و وَ لمُسْلِمِيََْ
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati. Bila didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau bakat naik kuda (ahli dalam peperangan) seperti memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang tua harus memotivasi dan mengembangkannya karena hal itu bermanfaat baginya dan orang-orang muslim lainnya”.
Apabila sang anak terlihat mempunyai pemahaman yang baik dalam bidang yang dipelajarinya, penalarannya benar, hafalannyapun baik, berarti sang anak mempunyai respon yang baik dan berbakat untuk bidang yang ditekuninya. Oleh karena itu, biarkanlah sang anak mengukirnya di dalam kalbunya, jangan mengganggunya dengan hal-hal lain, maka niscaya sang anak dapat menguasainya dengan mapan dan berprestasi di bidangnya.
Apabila kecenderungan sang anak terlihat kurang merespon dengan baik yang ditekuninya dan setelah dilakukan berbagai upaya untuk mengarahkannya, ternyata kecenderungan sang anak tertuju pada bidang yang berkaitan dengan olah raga dan kanuragan, seperti berkuda, memanah, memainkan tombak dan lain sebagainya, dan sang anak ternyata tidak punya minat dibidang ilmu pengetahuan yang memang tidak sesuai dengan bakatnya, hendaknya sang wali mengarahkannya ke bidang tersebut serta mendorongnya untuk giat menekuninya.
Kesemua itu tentu saja dilakukan setelah mengisi sang anak dengan berbagai pengetahuan yang diperlukan bagi agamanya, mengingat pendidikan agama bukanlah hal yang sulit dan dapat dilakukan oleh semua orang. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan menurut Ibnu Qayyim memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu agar manusia hanya mnghambakan kepada pencipta-Nya, dan menjaga kesucian fitrah, menjaga kesehatan badan anak didik, memperhatikan dan mengarahkan akhlaknya, menjaga keselamatan akalnya, menggali skillnya dan mengarahkan ke arah yang lebih baik.
Sumber:
- Muhammad bin Abu Bakar al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd, (Libanon: Daar Al-Kitab al-„Araby, 2001).
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd“ Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....
- Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim ...
- Jamal Abdur Rahman, Athfaalul Muslimin, Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin (Tahapan mendidik anak teladan Rasullullah SAW), Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsad Baitus Salam, 2005).