Jejak Pendidikan- Dengan mengetahui beberapa potensi dasar manusia yang bisa didik, maka kita dapat mengetahui materi-materi atau hal-hal apa yang sekiranya bisa diajarkan pada peserta didik. Sasaran atau tanggung jawab pendidikan atau yang lebih tepat dikatakan sisi-sisi yang hendak digarap oleh pendidikanterhadap peserta didik menurut Ibnu Qayyim diantaranya adalah:
a. Pendidikan Imaniyyah (keimanan)
Tarbiyah imaniyyah itu ialah sejumlah kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh murabbi terhadap anak didiknya dalam menjaga iman mereka, meningkatkan kualitas dan menyempurnakannya. Hal ini berdasarkan pernyataan Ibnu Qayyim “Hati dan badan manusia sangat butuh kepada pendidikan agar keduanya mampu berkembang dan bertambah hingga meraih kesempurnaan dan kebaikan.” Jadi, pendidikan imaniyyah ialah suatu usaha untuk menjadikan anak didik sebagai seorang yang patuh mengerjakan seluruh perintah Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW.Berangkat dari pengertian pendidikan imaniyah diatas, maka kita dapat menentukan tujuan dari pendidikan imaniyah, yaitu sebagai berikut:
- Menghambakan manusia hanya kepada Allah SWT, karena Allah tidak menciptakan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
- Mewujudkan pribadi-pribadi shalih yang hanya beriman kepada Allah SWT dan memiliki pengetahuan ilmu yang bermanfaat, kemudian ilmu tersebut dibuktikan dengan amal shalih
- Menjaga dan melindungi lisan, anggota badan dan detak hati dari setiap sesuatu yang mendatangkan kemarahan Allah SWT
- Menjadikan seluruh gerak dan aktifitas seseorang selaras dengan ridha Allah SWT.
Dengan anak menjalankan dan mengamalkan pendidikan imaniyyah, dengan penuh ketaqwaan kepada Allah SWT, maka anak akan mendapatkan ganjaran atau buah yang akan diperoleh. Adapun buah yang akan dipetik dari pendidikan imaniyyah yaitu meraih pahala dari Allah SWT dan ridha-nya, merasa senang dengan nikmat surga, kelapangan dan kehidupan yang tentram, tabiat yang lembut, hati yang selamat dan tenang dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
b. Pendidikan Fikriyyah (Intelektual)
Akal adalah alat penggerak badan dan seluruh anggota badan dan menentukan baik dan rusaknya badan, jika ia baik maka baiklah seluruh badan tetapi jika rusak maka rusaklah seluruh badan. Ibnu Qayyim mengatakan, "akal adalah raja, sedangkan ruh, panca indra dan seluruh anggota badan adalah sebagai rakyatnya. Jika akal rusak maka kehancuranlah yang akan dirasakan oleh seluruh rakyatnya.Sedangkan yang dimaksud pendidikan fikriyah adalah mengerjakan daya dan kemampuan untuk mengembangkan akal (daya pikir), mendidik dan meluaskan wawasan dan cakrawala berpikir, baik kemampuan ini dikerahkan oleh guru dengan mendidik orang lain atau dikerahkan oleh individu terhadap dirinya sendiri dalam rangka mengembangkan dan mendidik akal pikirannya serta meluaskan cakrawala berfikirnya.
Ibnu Qayyim memandang pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya intelektual anak. Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata dalam kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd:
ومِم، يَنبَغ أََنْ يَعْتَمِدَ حََ،لَ صبِِّ وَمَ، ىَُاَ مَُسْتَعد و مَِنََ
لعْمَ،لِ وَمُهَي أ و مَِنْههَ،ل فَيعْلَمُ أَ نََا و مَََ ا قَ و فََ يَحَْمِلُو عََلَى غََيرَِه مََ، كََ،نَ مََأْذونَا،ً فَِيوِ شََرْعً،ل فََ نََا و إَِنْ حََِلََ
عَلَى غََيْرَِ مََ، ىَُاَ مَُسْتَعد و لَََ يَفَْلَحْ فَِيوَِ وَفَ، تََو مََ، ىَُاَ مَُهَي أَ
و لَ فََ ذ رَآه حَُسْنَ فَهْمِ صََحِيحَ لْإِدْ رََ كِ جََيِّدَ لَْْفْظَِ
و عِي،ًل فَهَ هَِ مَِنْ عََ مَ، قََِِبُا وِ وَتهيؤُه مُعَلِّمُ لَ ينْهقَشَوَ
ذَِْ اْحِ قَلبِوِ مََ،دَ مَ خََ، ي،ًل فََ نََا و يَتَمَ نُ فََِيوِ وَ يََسْتَقِرَ
ويزْكُاْ مََعَو لَ وَإِنَاْهرَآه بََِِِ فِ ذَ كَ مَِنْكَلِّ وََجْو وَىُاَمُسْتَعدَ
لفُرُوسِي ةِ لَ وَأَسْبَ،بهَُ،ََ مَِنَ ركُابِ وَ رمْ وَ ل عْبِ بَِ، رمْحِ لََ
وإِ نََا و لَنَافََ،ذ و فَِىَ علمِ وََلََ يََُُْلَقْ و لَ مََ نَو مَِنْ أََسْبَ،بِ فُرُ وَسِي ةِ وَ ت مَرنِ عََلَيْههَ، فََ نََا و أََنَافَعُ و وَ لمُسْلِمِيََْ
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati. Bila didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau bakat naik kuda (ahli dalam peperangan) seperti memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang tua harus memotivasi dan mengembangkannya karena hal itu bermanfaat baginya dan orang-orang muslim lainnya
Dengan adanya sasaran pendidikan intelektual, sepertihalnya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang bermanfaat bagi anak, maka pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan dan lain sebagainya.
c. Pendidikan Khuluqiyah (moral)
Yang dimaksud dengan tarbiyah khuluqiyah adalah melatih anak untuk berakhlak mulia dan memiliki kebiasaan yang terpuji, sehingga akhlak dan adat kebiasaan tersebut terbentuk menjadi karakter dan sifat yang tertancap kuat dalam diri anak tersebut, yang dengannya sang anak mampu meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan terbebas dari jeratan akhlak yang buruk. Ketahuilah sesungguhnya seorang anak itu berkembang di atas apa yang dibiasakan oleh murabbi terhadapnya di masa kecilnya. Menurut Ibnu Qayyim, sumber tarbiyah khuluqiyah itu adalah: Pertama, Kitabullah (Al-Qur‟an), sebuah kitab yang menjadi panduan dalam pendidikan umat yang telah disifati Allah sebagai sebaik-baik umat. Allah berfirman:
كُ خُُىَۡ خََيۡشَ أَُيَّتٍ أَُخۡشِجَجۡ نَِه اَُّطِ .َ..
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Q.S al-Imron/3: 110)Kedua, sumber mata air yang menjadi penyiram bagi ladang tarbiyah khuluqiyah adalah sunnah rasulullah sekaligus sirah perjalanan beliau yang merupakan praktek amali bagi ajaran Islam. Rasulullah SAW teladan dalam berakhlak mulia dan beliau adalah puncak semua akhlak mulia.
Ibnu Qayyim dalam kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd menyatakan bahwa:
وممه، يَحته،ج يهو فهل غَ،يهة لإحتجه،ج لعتنه،ء بَهأمرَ
خلقهول فَ نَاهو يَنشهأ عَمه، عَهاَده لمهربي فَى صَهغره مَنحهرلَ
وغضهب وَ ه،ج وَعجلهة وَخفهة مَهع ىَها هل وَ هي وَحهد وجشهعي فَيسهعب عَليهو ذَكَه ه تَه ذَ ذَ هكل وَتصهير ذََ
ىه ه خه ق صَهف، وَىيله، رَِ سه ةل وَ هو هرز مَنهه،َ
غ،يهة ت هرز فَصهحتو وَل بَهد يَامه،ل وَره سَهد ك هر نه،سَ
منحرفة أَخ قهم وَذ ك مَن قَبل تربية تى نََاشأ عَليو
Anak kecil di masa kanak-kanaknya sangat membutuhkan seseorang yang membina dan membentuk akhlaknya, karena ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan (yang ditanamkan oleh para pendidik). Jika seorang anak selalu dibiasakan dengan sifat pemarah dan keras kepala, tidak sabar dan selalu tergesa-gesa, menurut hawa nafsu, gegabah dan rakus, maka semua sifat itu akan sulit diubah di masa dewasanya. Maka jika seorang anak dibentengi, dijaga dan dilarang melakukan semua bentuk keburukan tersebut, niscaya ia akan benar-benar terhindar dari sifat-sifat buruk itu. Oleh karena itu, jika ditemukan seorang dewasa yang berakhlak buruk dan melakukan penyimpangan, maka dipastikan akibat kesalahan pendidikan di masa kecilnya dahulu.”Tujuan tarbiyah khuluqiyah menurut Ibnu Qayyim adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah yang menjadi sebab utama bagi kebahagiaan manusia, yang karenanya Allah menciptakan manusia, memuliakan dan menjadikannya khalifah di muka bumi. Tiada kebahagiaan dan tiada keberuntungan bagi manusia kecuali dengan menjauhkan diri dari akhlak tercela dan menghiasi diri dengan akhlak yang utama, sesungguhnya orang yang mengotori dirinya dengan akhlak yang tercela dan rusak, sungguh dia telah membuang kebahagiaan dunia dan akhiratnya.
Ibnu Qayyim berkata bahwasanya sumber dari semua akhlak tercela adalah kesombongan, peremehan dan kehinaan. Sedangkan sumber semua akhlak yang terpuji adalah kekhusu‟an dan cita-cita yang mulia. Termasuk dari metode tarbiyah khuluqiyah menurut Ibnu Qayyim adalah:
- Mengaktifkan dan menyertakan anak dalam berbuat baik dan al-birr
- Memberi gambaran yang buruk tentang akhlak tercela
- Menunjukkan buah yang baik berkat akhlak yang baik.
Ibnu Qayim dalam karyanya al-Fawa‟id menjelaskan bahwa, nabi memadukan antara ketaqwaan kepada Allah dan akhlak yang baik. Karena taqwa akan mempererat hubungan antara hamba dan Tuhannya, dan akhlak yang baik akan memperbaiki hubungan antara dirinya dan makhluk-Nya. Ketakwaan kepada Allah akan menyebabkan kecintaan kepada-Nya dan akhlak yang baik menyeru manusia agar mencintai-Nya.
d. Pendidikan Ijtimaiyyah (Sosial)
Tarbiyah ijtima‟iyyah yaitu pendidikan tentang bangunan kemaslahatan dan perasaan bermasyarakat, hak-hak bermasyarakat dan cara berinteraksi di tengah masyarakat, hingga manfaat yang diraih dalam bermasyarakat. Tarbiyah ijtima‟iyyah yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim ini bertujuan membangun hubungan yang kuat antara individu sebuah masyarakat dengan menerapkan sebuah ikatan yang terbangun di atas kecintaan.Tarbiyah ijtima‟iyyah yang baik menurut Ibnu Qayyim, ialah yang selalu memperhatikan perasaan orang lain, mengajak mereka agar ikut membahagiakan dan menyenangkan hati saudara-saudaranya. Kemudian beliau menyebutkan tentang hak-hak bermasyarakat, di antaranya adalah bahwa orang yang sakit itu memiliki hak untuk diziarahi. Termasuk faedah ziarah yang manfaatnya kembali kepada orang yang sakit adalah, ziarah mampu mengembalikan kekuatannya, membangkitkan kebahagiaan jiwanya, menyenangkan hatinya dan mendatangkan sesuatu yang menggembirakan orang yang sakit. Salah satu pendapat Ibnu Qayyim dalam hal ini adalah:
يُ نِبُوُ سْلَ لَ وَ بَ، لَةََ لَ وَ ر حَةََ لَ بَهلَْ يََأْخُه هََُ بَِأَضْهدََ
دِىَ، وََلَ يَرِيْحَو إَِلبََ، يََُِ مَ نََاهفَََْسُو وَ بََدَ نََاُو لشغْلِ لَ فََ نَ
سْهلَ وَ بَ، لَهة عََاَ قِهبَُ سَُهاءٍَ وَمَغْبَهةِ نََاهَهدْمٍَ لَ وَ لجِهدِّ وَ تعَهبِ عََهاَ قَِهبُ حَََِيهدَ لَ إَِ مه، ذََِ هدنَايَ، وََ إَِ مه، ذََِ عَُقْه وََ
إِ م،فِيهِمَ،
“Anak harus dilatih untuk rajin, tidak malas, nganggur, banyak santai dan manja. Anak tidak dididik kecuali untuk rajin kerja dan peduli. Sifat malas dan banyak leha-leha berdampak buruk dan mendatangkan penyesalan dikemudian hari, sebaliknya kerja dan tekun serta peduli akan mendatangkan pujian baik di dunia maupun di alam baqa (akhirat).”
Ibnu Qayyim berwasiat kepada orang tua dan murabbi yang bertanggung jawab atas urusan seorang anak agar mereka menjauhkan anak-anaknya dari tempat-tempat yang tersebar di dalamnya kemungkaran dan kesesatan, karena sesungguhnya seorang anak itu dalam keadaan fitrahnya, suci jiwanya dan bersih hatinya ibarat lembaran putih yang bisa ditulisi apa saja di dalamnya. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya berinteraksi dengan masyarakat itu tidak berbahaya, namun terlalu lama membiarkan anak berinteraksi dengan masyarakat akan dapat mendatangkan kerugian yang besar kepadanya dan terhalangi untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Demikianlah dasar-dasar bermasyarakat yang agung, yang jika setiap individu masyarakat mau mempraktekkannya, niscaya akan tersebar kebersamaan dan persaudaraan serta keamanan di semua lini masyarakat tersebut, dan niscaya ikatan masyarakat tersebut terjalin kuat sebagainya menguatkan sebagian yang lain dan saling menopang antara sebagian yang lain.
e. Pendidikan Badaniyyah (pendidikan fisik)
Tarbiyah badaniyyah yaitu usaha dalam mentarbiyah badan dengan memberi gizi, pengobatan dan olah raga. Gizi harus diperhatikan macam dan jumlah yang dibutuhkan dan pengobatan bisa terjadi dari gizi yang diberikan atau dengan obat yang berdosis sedang, kemudian dengan yang berukuran tinggi, tetapi yang paling baik adalah yang pertama; yaitu dengan gizi, sedang yang paling berbahaya adalah yang ketiga yaitu obat yang berdosis tinggi.Pandangan Ibnu Qayyim pada tanggung jawab ini menitik-beratkan pada perlunya memperhatikan aspek kesehatan pada anak, yang pada gilirannya diyakini akan berimplikasi pada upaya memaksimalkan aktifitas fisik anak dalam membangaun kompetensinya. Beliau memandang layanan pendidikan anak dapat mencakup pelayanan kesehatan dan latihan ketangkasan serta kekuatan fisik. Hal ini dimaksudkan agar daya kreatifitas anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ويُنِّبُو فَُضُالَ عَ،مِ لَ وَ مِ لَ وَ مَنَ،مِ لَ وَ ، ةِ نَه،مَِ
ل فََ ن سَ، رََ ذََِْ ىََ هَ فُضَه لََِِ ىَِه تَفُها عَََُِلَهىَ
عَبدِ خََ رََ دََُ نََايَ،ه وَآخِرَ تَِوَِ
“Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan atau seenaknya, karena akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.”
Olah raga adalah sarana yang tepat dalam tarbiyah badaniyyah, tetapi dengan syarat harus jauh dari unsur berlebih-lebihan, dan hendaknya dilakukan di waktu yang sesuai dengan badan dan kondisinya dan perlu diketahui bahwa olahraga adalah sarana untuk taat kepada Allah, jadi buka tujuan utama.
Dalam tarbiyah badaniyyah (olah raga) harus diperhatikan adab dan etikanya:
- Orang yang melakukan olah raga harus dalam keadaan bersyukur kepada Allah.
- Penuh ketenangan dan ketentraman.
- Memiliki akhlak Islami yang utama.
- Selalu memohon taufik dan kebenaran dalam setiap aktivitasnya.
- Tidak mendendam, menghina dan menertawakan lawan mainnya.
Adapun sarana yang tepat bagi tarbiyah riyadhiyah adalah syiar (bentuk) ta‟abuddiyah yang telah diperintahkan Allah atas hamba-hamba-Nya, seperti: shalat, puasa, jihad dan haji. Jika semua ini dikerjakan dengan ikhlas karena Allah maka semua itu akan bermanfaat bagi ruh dan badan.
Berkaitan dengan masalah fisik dan badan, Ibnu Qayyim telah mengatakan hendaknya seorang anak diajauhkan dari kemalasan, pengangguran, santai dan bersenang-senang, tetapi hendaknya anak dididik dengan menerapkan hal-hal kebalikannya. Janganlah sampai anak dibiarkan berleha-leha, kecuali untuk merehatkan jiwa dan badannya dari pekerjaann yang telah dilakukannya, karena sesungguhnya bermalas-malasan dan berleha-leha mempunyai akibat yang buruk dan kesudahan yang menyesalkan, sedangkan kesungguhan dan pekerjaan yang melelahkan mempunyai kesudahan yang terpuji dan dapat dirasakan akibatnya, adakalanya di dunia, adakalanya di akhirat, dan ada kalanya di kedua-duanya. Karena sesunggunya orang yang paling enak kesudahannya adalah orang-orang yang paling lelah dan orang yang paling lelah permulaannya adalah orang yang paling senang kesudahannya.
f. Pendidikan Jinisiyyah (pendidikan seks)
Tarbiyah jinsiyyah (pendidikan seks) yaitu usaha untuk melindungi seorang muslim dari penyimpangan seksual, hingga terjaga dari hal-hal yang diharamkan dan hanya cukup dengan apa yang dihalalkan. Diantara penyimpangan yang dikhawatirkan yaitu suatu perzinahan ataupun homoseksual. Oleh karena itu, Allah menjadikan zina sebagai jalan yang paling hina dan nista. Allah berfirman:
لََََّٔ حََقۡشَبُ إْ ٱَنضِّ إَِٗ كَََّّۥََُا فٌََََٰحِشَتٗ عَََٔا ءَ عََبِيلٗٗ
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S al-Isra‟/17: 32)141Jika zina digambarkan seburuk ini, maka apatah lagi dengan homoseksual yang dosa dan hukumannya berkali-kali lipat lebih berat dibandingkan zina. Karena zina adalah jalan yang paling buruk. Kelak, tempat tinggal orang-orang yang melakukan zina adalah neraka Jahim yang merupakan seburuk-buruk tempat kembali.
Dialam Barzakh, ruh para pezina akan ditempatkan di dalam tungku api yang terus menyala dan berkobar dari bagian bawahnya. Apabila api membakar tubuh mereka, mereka akan berteriak keras dan tubuh mereka akan hancur tapi kemudian akan dikembalikan utuh seperti semula untuk kembali menerima siksa. Begitu seterusnya keadaan mereka hingga hari kiamat seperti kejadian yang pernah dilihat oleh Nabi Muhammad dalam mimpi beliau. Padahal mimpi para nabi adalah wahyu yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Adapun hal-hal yang mampu mengarahkan anak didik ke dalam penjagaan dalam usaha untuk melindungi seorang muslim dari penyimpangan sexual, hingga terjaga dari hal-hal yang diharamkan diantaranya:
- Mengetahui nilai sperma, bahwa ia tidak boleh dikeluarkan kecuali dalam rangka mencari keturunan.
- Barang siapa yang tidak mampu menahan gejolak syahwatnya, sementara dia tidak mampu menikah, maka wajib atasnya puasa, karena puasa adalah obat yang terbaik baginya.
- Menjauhkan diri dari berlebih-lebihan dalam melakukan hubungan seksual karena hal itu akan membahayakan kesehatannya.
Sedang sarana tarbiyah jinsiyyah banyak macamnya. Adapun sarana-sarana preventif antara lain:
- Memberi peringatan dan penjelasan tentang bahaya dan kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan liwath (homoseksual).
- Menanamkan keyakinan akan adanya muraqabatullah (pengawasan Allah)
- Memperhatikan dan senantiasa menjaga pandangan mata, pikiran, pembicaraan (lisannya) dan setiap langkahnya agar tidak tertuju sedikitpun ke arah yang diharamkan Allah Ta‟ala.
- Menjauhkan anak-anaknya dari sifat malas, suka menganggur, dan tidak mau bekerja, sebaliknya hendaknya para orang tua senantiasa mengarahkan anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat dalam mengisi waktunya.
Adapun sarana-sarana kuratif (penyembuhan) banyak macamnya, antara lain:
- Meredam gelora syahwat dengan mengurangi makanan yang mengandung unsur pembangkit syahwat, dan meredam dorongan nafsu dengan puasa.
- Mengendalikan pandangan mata.
- Menghibur diri dengan hal-hal yang mubah sebagai pengganti dari hal-hal yang diharamkan.
- Memikirkan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi di dunia, jika ia melampiaskan syahwatnya. Mengobati ruh dengan menjalankan ibadah dan menguatkan pendorong-pendorong agama.
Demikianlah sebagian obat mujarab dan sarana kuratif bagi penyakit syahwat yang akan mematikan diri dan hati seseorang. Semua ini dengan jelas diterangkan dan dikupas oleh seorang murabbi yang piawai, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah.
Sumber:
- Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim, Pendidikan islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2009)
- Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim....
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd “Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....
- Muhammad bin Abu Bakar al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd,,,,,,
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd“Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....