Jika kita perhatikan dengan seksama pemikiran Ibnu Qayyim mengenai tarbiyah secara bahasa dan tidak pula berbeda dengan yang diistilahkan oleh sebagian pakar pendidikan, hal demikian tidaklah mengherankan karena beliau adalah murabbi sejati yang benar-benar paham tentang hakikat pendidikan dan mengerti bagaimana seharusnya pendidikan itu dipraktekkan. Tarbiyah menurut beliau, mencakup tarbiyah qalb (pendidikan hati) dan tarbiyah badan sekaligus. Beliau menjelaskan kaifiyah (cara) men-tarbiyah hati dan badan tersebut. Beliau berkata, “antara hati dan badan sama-sama membutuhkan pendidikan. Keduanya harus ditumbuh kembangkan dan ditambah gizinya sehingga mampu tumbuh dan sempurna dan lebih baik dari sebelumnya.
Definisi pendidikan menurut beliau mencakup dua makna, yaitu:
- pendidikan yang berkaitan dengan ilmu seorang murabbi, yakni sebuah pendidikan yang dilakukan oleh seorang murabbi terhadap ilmunya agar ilmu tersebut menjadi sempurna dan menyatu dalam dirinya disamping itu pula agar ilmu tersebut terus bertambah. Pendidikan seperti ini diibaratkan sebagai seorang yang berharta dan merawat hartanya agar semakin bertambah.
- pendidikan yang berkaitan dengan orang lain, yakni kerja pendidikan yang dilakukan seorang murabbi dalam mendidik manusia dengan ilmu yang dimilikinya dan dengan ketekunannya menyertai mereka agar mereka menguasai ilmu yang diberikan kepadanya secara bertahap. Pendidikan seperti ini diibaratkan seperti orang tua yang mendidik anak-anaknya.
Sesungguhnya ilmu dan pendidikan adalah kehidupan dan cahaya. Sedangkan, kebodohan adalah kematian dan kegelapan. Semua keburukan penyebabnya adalah tidak adanya kehidupan (hati) dan cahaya. Semua kebaikan sebabnya adalah cahaya dan kehidupan (hati). Sesungguhnya cahaya itu menyingkap hakikat segala sesuatu dan menjelaskan tingkatan-tingkatannya. Dan kehidupan adalah pembukti sifat-sifat kesempurnaan yang mengharuskan munculnya pembenaran terhadap ucapan dan perbuatan. Karena itu setiap kali dia berbuat dalam kehidupan, maka semuanya adalah kebaikan, seperti rasa malu yang disebabkan oleh kesempurnaan kehidupan hati, pemahamannya terhadap hakekat keburukan, dan ketakutannya dari keburukan. Sebaliknya, kebodohan dan keburukan yang disebabkan oleh kematian hati dan tidak takutnya kepada yang buruk. Ini seperti kehidupan di mana hujan adalah sebab kehidupan segala sesuatu.101 Allah berfirman:
Dan Apakah orang yang sudah mati, kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S al-An‟am/6: 122).Berdasarkan makna tarbiyah secara etimologi di atas, dapat diketahui bahwa Ibnu Qayyim mendefinisikan tarbiyah sebagai suatu usaha dalam mendidik manusia dengan ilmu yang dilakukan pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama taat kepada Allah, berbudi pekerti mulia, berilmu tinggi dan kesehatan jasmani dan rohani.
Apabila kita membicarakan tentang jasmani dan rohani dalam pendidikan. Jasmani yang dimaksud bukan hanya otot-ototnya, pancaindranya dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi yang sangat energik yang muncul dari jasmani dan terungkap melalui perasaan. Potensi berbagai macam dorongan, kecenderungan-kecenderungan, dan reflek-refleknya.
Sedangkan rohani dalam pandangan Islam merupakan pusat eksistensi manusia dan menjadi titik perhatian pandangan Islam. Rohani adalah tempat sandaran seluruhnya serta dengan rohani itulah seluruh alam ini saling berhubungan. Ia merupakan pemelihara kehidupan manusia. Ia merupakan penuntut kepada kebenaran, pendeknya merupakan penghubung antara manusia dengan Tuhan.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya makna tarbiyah menurut Ibnu Qayyim yaitu sebagai proses mengajarkan ilmu dan mendidik manusia yang meliputi pendidikan hati dan pendidikan yang bersifat jasmaniah (fisik) yang diibaratkan seperti orang tua mendidik dan merawat anak-anaknya atau seseorang yang merawat hartanya agar menjadi berkembang. Artinya pendidikan adalah sebuah proses yang mempunyai tujuan menjadikan manusia yang memanusiakan manusia dan mampu mengembangkan ilmunya.
Sumber:
- Muhammad Quthub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: P.T Alma'rif, 1993).
- Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim (Yogyakarta: Pustaka Pustaka, 2005).
- Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Miftahu Darus sa‟adā , Kunci Kebahagiaan, terj. Abdul Hayyie al-Katani, dkk (Jakarta: AKBAR, 2004).