a. Akal
Pandangan Ibnu Qayyim tentang pendidikan diawali dengan pendapatnya tentang keberadaan manusia di muka bumi ini. Menurutnya, bahwa Allah telah menciptakan manusia melebihi dari ciptaan yang lain, yaitu dengan memuliakan dan mengutamakannya serta melimpahkan semua yang ada di dunia ini hanya untuk manusia.
Selain Allah memuliakan dan mengutamakan manusia, Allah juga memberikan kepada manusia kekuatan akal dan daya pikir, yang dengannya manusia dapat membedakan baik dan buruk, yang hak dan batil. Begitu pula akal, dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan di dunia sebelum mereka kembali ke alam akhirat nanti. Akal dan daya pikir juga memungkinkan manusia untuk mempelajari sesuatu dengan sedalam-dalamnya dan bisa menangkap hal-hal atau sesuatu yang abstrak.
Akal manusia adalah pemberian yang paling utama dari Tuhan. Oleh karena itu, akal merupakan pancaran dari Tuhan. Pada saat manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan maka sesungguhnya ia telah menyimpang dari maksud sebenarnya Tuhan memberi atau melimpahkan nikmat itu kepadanya.
Manusia bertanggung jawab terhadap penggunaan daya pikirnya tersebut. Dengan demikian, manusia tidak boleh menyia-nyiakan tugasnya dengan hanya mengikuti hawa nafsunya yang nantinya dapat menghilangkan cahaya akal, dan agar manusia selalu ingat kepada Allah dan selalu teringat kepada pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui sehingga semua bisa memberi kesan yang mendalam untuk dapat mengoptimalkan potensi akal itu sendiri
b. Jiwa
Mengenai pendidikan jiwa, yang berimplikasi kepada akhlak Islam dan nantinya akan menjadi potensi bagi jiwa manusia, Ibnu Qayyim berpendapat bahwa potensi yang ada pada diri manusia harus dilatih dan dibiasakan sehingga akan menjadi kebiasaan yang sulit dihapus. Jiwa merupakan sesuatu yang menduduki tempat tertinggi apabila dihubungkan dengan sifat-sifat seorang hamba. Akan tetapi, dianggap rendah apabila dikaitkan dengan akhlak dan perbuatan itu karena usahanya maupun karena tabiatnya, dan sesungguhnya harga diri itu tergantung bagaimana dia berusaha untuk menempatkan atas apa yang dia anggap baik, begitu pula sebaliknya.
Pada hakikatnya jiwa berada pada posisi yang lemah, yang digambarkan dengan sifat-sifat bodoh dan kegelapan dan kecenderungan membawa kepada kejahatan. Agar manusia memperoleh keberuntungan, jiwa harus diluruskan dengan mendidiknya sesuai akhlak islam. Salah satu faktor penting yang dapat meluruskan jiwa seseorang adalah bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agar terhindar dari kebodohan. Selain itu, pendidikan jiwa pun membutuhkan kesungguhan hati, kesabaran, dan pengetahuan yang matang.
c. Jasmani
Jasmani adalah unsur kasar manusia yang terdiri dari panca indra, sedangkan ruh adalah sesuatu yang menunjukkan sifat material dan spiritual, terdiri dari rasa dan rasio. Rasio dalam arti material adalah otak dan spiritual dalam arti akal. Metode pendidikan yang dapat dipergunakan untuk mendidik akal, jiwa, dan jasmani adalah bersumber dari al-Qur‟an dan sunnah yang dapat diambil intinya dengan meletakkan dasar-dasar atau metode yang jelas dan terperinci dalam merumuskan pendidikan bagi manusia.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa akal, jiwa dan jasmani merupakan unsur totalitas sebagai unsur dasar manusia yang bisa didik dan dikembangkan sehingga manusia dapat mengoptimalkan potensi-potensi akal, jiwa dan jasmaninya agar bisa memberi dampak dan manfaat yang baik bagi manusia itu sendiri.
Dengan mengetahui beberapa potensi dasar manusia yang bisa didik, maka kita dapat mengetahui materi-materi atau hal-hal apa yang sekiranya bisa diajarkan pada peserta didik. Sasaran atau tanggung jawab pendidikan atau yang lebih tepat dikatakan sisi-sisi yang hendak digarap oleh pendidikan terhadap peserta didik menurut Ibnu Qayyim diantaranya adalah:
- pendidikan imaniyah
- pendidikan fikriyah,
- Pendidikan khuluqiyah (akhlak),
- pendidikan ijtima‟iyah (sosial),
- pendidikan badaniyyah (badan),
- pendidikan jinsiyyah (seks).