Pengertian Teladan Orang Tua
Jejak Pendidikan- Secara terminologi kata keteladanan berasal dari kata teladan, yang
artinya perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh. sementara
itu dalam bahasa arabkata keteladananberasal dari kata uswah dan qudwah.Sementara
itu secara etimologi pengertian keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfani,
sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau al-Uswah dan al-Iswah
sebagaimana kata al-Qudwah dan al-Qidwah berarti suatu
keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan,
kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan.
Keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru
atau diikuti oleh seorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya,
sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang
dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan
Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode
keteladanan uswah adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara membercontoh-contoh
teladan yang baik yang berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.
Dalam al-Qur’an kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah yang
kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun
hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Qur’an kata uswah juga
selain dilekatkan kepada Rasulullah Saw juga sering kali dilekatkan kepada Nabi
Ibrahim AS Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Qur’an selanjutnya
menjelaskan akhlak Rasulullah Saw yang tersebar dalam berbagai ayat dalam
al-Qur’an.
Cara mendidik keteladanan atau (uswatun hasanah) adalah
memberikan teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan
tujuan pendidikan secara institusional maupun nasional. Peserta didik cenderung
meneladani pendidiknya, karena pada dasarnya secara psikologis pelajar memang
senang meniru, tidak saja yang baik, tetapi yang buruk juga ditiru, metode ini
secara sederhana merupakan cara memberikan contoh teladan yang baik, tidak
hanya didalam kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu para
peserta didik tidak segan meniru danmencontohnya, seperti sholat berjama’ah,
kerja sosial, partisipasi kegiatan masyarakat dan lain-lain.
Secara psikologis ternyata manusia memerlukan tokoh teladan dalam
hidupnya, ini merupakan sifat pembawaan manusia. Peneladanan ini ada dua macam
yaitu sencara segaja dan tidak sengaja. Keteladanan secara sengaja dilakukan
secara formal seperti memberikan contoh untuk melalukan sholat yang benar dan
sebagainya, sedangkan keteladanan secara tidak sengaja dilakukan secara
nonformal seperti sifat ikhlas. Tapi keteladanan yang dilakukan secara tidak
formal kadang-kadang berpengaruh lebih besar dari pada keteladanan secara
formal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tentang pengertian orang tua
adalah ayah, ibu kandung. Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam
menulis bahwa orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Menurut
Noer Aly orang tua adalah orang dewasa yang memikul tanggung jawab pendidikan,
sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di
tengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal
pendidikannya.
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua adalah
orang tua kandung atau wali yang mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan
anak.Orang tua ibu dan ayah memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas
pendidikan anak-anaknya. Seorang ayah, di samping memiliki kewajiban untuk
mencari nafkah bagi keluarganya, dia juga berkewajiban untuk mencari tambahan
ilmu bagi dirinya karena dengan ilmu-ilmu itu dia akan dapat membimbing dan
mendidik diri sendiri dan keluarga menjadi lebih baik. Demikian halnya dengan
seorang ibu, di samping memiliki kewajiban dan pemeliharaan keluarga dia pun
tetap memiliki kewajiban untuk mencari ilmu. Hal itu karena ibulah yang selalu
dekat dengan anak-anaknya.
Orang tua memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang sangat besar
terhadap anaknya, karena mereka mempunyai tanggung jawab memberi nafkah,
mendidik, mengasuh, serta memelihara anaknya untuk mempersiapkan dan mewujudkan
kebahagiaan hidup anak di masa depan. Atau dengan kata lain bahwa orang tua
umumnya merasa bertanggung jawab atas segalanya dari kelangsungan hidup anak-anaknya,
karena tidak diragukan lagi bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar
terpikul pada orang tua. Oleh karena itu, dibawah ini akan dijelaskan beberapa
bentuk-bentuk keteladanan orangtua.
Bentuk-bentuk Keteladanan Orang Tua
Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut
wawasan keilmuan yang sumbernya berada di dalam Al- Qur’an dan hadits.
Sebagaimana yang diutarakan oleh Prof. DR. Oemar Muhammad al-Toumy al-Saibany,
bahwa penentuan macam metode atau tehnik yang dipakai dalam mengajar dapat
diperoleh pada cara-cara pendidikan yang terdapat dalam al-Qur’an, Hadist,
amalan-amalan Salaf al-Sholeh dari sahabat-sahabat dan pengikutnya. Adapun
mendidik dengan memberi keteladanan memiliki dasar sebagaimana ayat-ayat
al-Qur’an yang menerangkan tentang dasar-dasar pendidikan antara lain:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. danBarangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah: 6).
Ayat diatas memperlihatkan bahwa kata uswah selalu digandengkan
dengan sesuatu yang positif hasanah atau yang baik dan suasana yang
sangat menyenangkan yaitu bertemu dengan Tuhan sekalian alam.
Khusus untuk ayat pertama diatas dapat dipahami bahwa Allah
mengutus Nabi Muhammad Saw ke permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau
teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan
semua ajaran yang disampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi
orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw
hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan. Praktek uswah ternyata
menjadi pemikat bagi umat untuk menjauhi segala larangan yag disampaikan
Rasulullah dan mengamalkan semua tuntunan yang diperintahkan oleh
Rasulullah,seperti melaksanakan ibadah shalat, puasa, nikah, dll.
Ayat di atas sering diangkat sebagai bukti adanya keteladanan dalam
pendidikan. Muhammad Qutb, misalnya mengisyaratkan sebagaimana yang dikutip
oleh Abudin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa: “Pada diri
Nabi Muhammad Allah menyusun suatu bentuk sempurna yaitu bentuk yang hidup dan
abadi sepanjang sejarah masih berlangsung”.
Apabila ittiba’ kepada Rasulullah, maka setiap orangtua
seharusnya berusaha agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi
contoh teladan yang baik bagi anaknya khususnya dan masyarakat pada umumnya,
meskipun diakui tidak mungkin bisa sama seperti keadaan Rasulullah, namun
setidak-tidaknya harus berusaha ke arah itu. Dalam hal ini ada dua bentuk
keteladanan:
1. Keteladanan Secara Verbal
a. Komunikasi disengaja (terencana)
Komunikasi disengaja (terencana) adalah komunikasi yang
direncanakan untuk proses pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan. Contohnya
adalah ketika orangtua ingin memerintahkan anaknyauntuk menjalankan solat
berjamaah di masjid, maka sebelumnya orangtua harus sudah berpakaian rapi dan
sudah siap untuk berangkat ke masjid.
b. Komunikasi spontan
Komunikasi spontan adalah komunikasi yang
diterapkan dalam keseharian yang dapat mencerminkan sikap dan prilaku
seseorang. Contohnya adalah tutur kata orang tua ketika memberikan perintah
kepada anak dengan mengucapkan kalimat ”tolong” terlebih dahulu sebelum
menunjukkan perintah.
2. Keteladanan Secara non Verbal
Keteladanan secara non verbal adalah dengan isyarat, sikap atau
prilaku yang dapat memberikan keterangan yang dipahami oleh orang lain secara
umum. Contohnya Seperti orang tua yang sedang memberitahu suatu tempat kepada
anaknya tanpa mengucapkan kata-kata, namun mengarahkan jari telunjuknya
ketempat yang dituju.
Dari beberapa uraian yang telah dibahas, penulis mengambil suatu
kesimpulan tentang macam-macam bentuk keteladanan. Bentuk keteladanan itu
terbagi dua, yaitu keteladanan dalam bentuk perkataan/ucapan dan keteladan
dalam bentuk perbuatan.
Pertama, keteladanan dalam bentuk perkataan/ucapan adalah hal-hal yang
dapat ditiru atau dicontoh seseorang dari orang lain, kemudian akan
dipraktekkannya sesuai dengan apa yang didengarnya.
Kedua, keteladanan dalam bentuk perbuatan adalah hal-hal yang dapat
ditiru atau dicontoh seseorang dari orang lain, dalam bentuk perbuatan,
kemudian dipraktekkan sesuai dengan apa yang diihatnya. Menurut beberapa pendapat mengatakan bahwa
keteladanan itu lebih dominan dengan perbuatan daripada dengan ucapan. Sejak
lama orang percaya dan memang terlihat dalam kehidupan nyata bahwa pendidikan
dengan memberikan keteladanan adalah salah satu bentuk pendidikan terpenting,
apalagi di masa kanak-kanak. Yakinlah bahwa anak-anak akan lebih terpengaruh
oleh apa yang kita lakukan, bukan oleh apa yang kita katakan. Menurut Nurcholis
Madjid:
“peran orang tua adalah peran tingkah laku, tauladan-tauladan dan pola-pola hubungan dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-niai keagamaan”.
Pepatah mengatakan:
“bahasa perbuatan adalah lebih fasih dari bahasa ucapan.”
Jadi bahwa pendidikan agama menuntut tindakan percontohan lebih
banyak dari pada pengajaran verbal. Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan
dengan perbuatan untuk anak lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan
dengan dengan bahasa ucapan. Karena itu yang penting adalah penghayatan
kehidupan keagamaan dalam suasana rumah tangga.
Menurut penulis sebaiknya dalam teladan haruslah seimbang antara
ucapan dengan perbuatan, karena apabila terjadi kontradiksi antara ucapan
dengan perbuatan, maka Allah Swt Sangat membencinya kita dapat temukan bahwa
al-Quran menolak keras perilaku orang-orang yang perbuatan berlainan dengan
ucapannya, termasuk didalamnya adalah para ibu, bapak dan semua orang yang
mengemban amanat pendidikan. Firman Allah Swt:
Orang –orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. Ash-Shaf: 2- 3).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan agama
dalam keluarga diterapkan dengan keteladanan dan hal ini paling meyakinkan
keberhasilan dalam membentuk dan mempersiapkan moral, spiritual dan sosial
anak”.16 Sebab, Anak-anak akan meniru perilaku orang dewasa yang mereka amati,
jika mereka mendapatkan kedua orang tuanya jujur, maka mereka akan tumbuh
menjadi orang jujur. Keteladanan dalam pendidikan adalah merupakan metode aspek
moral, spiritual dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur
terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya disadari
atau tidak akan ditiru anak.
Hal-hal yang Berkaitan dengan teladan Trang Tua
Orang tua merupakan pemimpin dan figur yang dibanggakan untuk
teladan anak-anak, hendaknya orang tua memperhatikan hal-hal sebagai berikut
dalam pengembangan kepribadian anak.
a. Potensi Anak
Sangat perlu bagi orang tua untuk
mengetahui dan memperhatikan sesuatu yang ada di dalam diri anak yaitu semacam warisan,
warisan itu ada yang menamakan pembawaan. Firman Allah Swt:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS Ar-Ruum:30)
Berdasarkan pada firman tersebut di atas, membuktikan bahwa anak
sejak lahir telah dibekali oleh Allah fitrah atau pembawaan beragama. Dengan
demikian jelaslah bahwa setelah anak lahir di dalam jiwa telah ada kesiapan
untuk menerima pendidikan agama.
Seandainya orangtua tanggap akan hal ini niscaya banyak kegunaan
dalam usaha membina kepribadian anak disamping memperhatikan faktor pembawaan
sejak lahir orangtua harus memperhatikan situasi, kondisi, dan domisili dimana
anak itu tumbuh. Pembekalan agama tidak akan berhasil dengan sempurna kalau
kurang mendapat dukungan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasannya lingkungan
lebih kuat dalam membentuk kepribadian anak dan pertumbuhannya.
Mengingat lingkungan keluarga (orangtua) mempunyai pengaruh yang
sangat dominan terhadap pembekalan anak, maka disamping kesibukan rumah tangga
dan macam-macam pendidikan yang diberikan kepada anak, hendaknya perlu dan
harus diperhatikan oleh orangtua muslim adalah pemberian keteladanan beragama
sedini mungkin.
b. Penanaman ilmu pengetahuan
Tentu sudah banyak mengetahui bahwa pendidikan keluarga merupakan
pendidikan tahap awal pada sebelum memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Pendidikan di lingkungan keluarga seiring dengan usia anak akan banyak mewarnai
corak pendidikan berikutnya. bahkan ahli pendidikan modern abad XX berkata:
bahwa anak-anak akan meniru tabiat orangtua yang mendampinginya selama 5 tahun
pertama dari umurnya.
Orangtua adalah pendidik, artinya orangtualah yang merupakan insan
yang melaksanakan pendidikan. Berhasil tidaknya pendidikan agama dalam keluarga
adalah menjadi tanggung jawab kedua orangtuanya. Dengan demikian kelirulah para
orangtua sebagai pendidik pertama dan utama apabila terjadi sesuatu kegagalan
mempermasalahkan guru di sekolah atau orang lain dalam masyarakat. Sebab
anak-anak lebih banyak menggunakan waktunya di rumah daripada di sekolah. Pengetahuan
agama harus pula diberikan orang tua kepada anaknya. Cara yang harus ditempuh
adalah menanamkan ilmu pengetahuan agama kepada anak.
Sudah menjadi kodratnya manusia bahwa secara instingitif, tiap-tiap
orangtua memang harus melakukan pendidikan terhadap anak-anaknya. Imam Ghazali
mengingatkan bahwa perkembangan anak itu banyak terpengaruh oleh lingkungan
keluarga. Anak bisa menjadi model tertentu karena orangtuanya sendiri seperti
yang dikemukakan dalam bukunya sebagai berikut:
Anak-anak adalah amanat di tangan ibu bapaknya, hatinya masih suci
ibarat permata yang mahal harganya, maka apabila ia membiasakannya pada suatu
yang baik dan dididik, maka ia akan besar dengan sifat-sifat baik serta akan
bahagia di dunia dan di akhirat.
Pemberian pendidikan agama pada anak dalam lingkungan keluarga
harus disistematiskan dengan baik. Sesuai dengan tahapannya, haruslah dimulai
dari yang termudah baru kemudian kepada hal-hal yang agak sulit.
Penanaman pengetahuan agama tidak boleh menyimpang dari garis-garis
yang sebenarnya. Pengetahuan agama yang tidak diberikan secara baik hasilnya
tidak akan baik pula. Penanaman pengetahuan agama yang ditanamkan kepada anak
menyangkut macam-macam bidang disiplin ilmu, yaitu tauhid, fiqih atau syari’at,
al-hadits, serta sejarah Islam. Apakah itu dengan jalan mendatangkan guru
privat atau menyuruh anak-anak disekitarnya yang dianggap mampu membantu anak
menambah pengetahuan agamanya.
Sayidina Umar Ra, pernah mengatakan:
sesungguhnya anak-anak anda itu dijadikan untuk generasi yang lain dari anda sekarang ini dan dijadikan untuk menghadapi zaman yang lain dari zaman anda sekarang ini.
Rujukan:
- M. Athiyah Al-Abrosy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan A. Bustami, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
- Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 2000), Cet. II,
- Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah & Syair Arab, (Bandung: Media Qalbu),
- Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001).
- Sukarno, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Surabaya: Elkaf. 2012).
- Sudiyono. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Rineka Cipta. 2009),
- Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
- Zakiah Daradjat, et., al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
- Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001),
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), edisi ke-2 Cet. ke-4,
- Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002),