Advertisement
Pengertian Pola asuh Orang Tua
Jejak Pendidikan- Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh yang berarti corak,
model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tepat. Sedangkan kata “asuh” berarti
menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan
sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) suatu badan atau
lembaga. Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan
dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap
berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Menurut Ahmat Tafsir, pola asuh
berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Pengasuhan orang tua atau yang lebih dikenal dengan pola asuh
orang tua, menurut Casmini yaitu bagaimana orang tua memperlakukan anak,
mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai
proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan
oleh masyarakat secara umum.
Pola asuh orang tua menurut Sugihartono yaitu pola perilaku yang digunakan
untuk berhubungan dengan anak-anak. Pola asuh yang diterapkan oleh
setiap keluarga tentunya berbeda dengan keluarga lainnya. Sedangkan, dalam
Sugihartono menjelaskan bahwa pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang
berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi
berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan
masyarakat.
Melalui beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua yaitu pola pengasuhan
orang tua terhadap anak, yaitu bagaimana orang tua memperlakukan anak,
mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai
proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan
nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh orang
tua sangat berperan dalam perkembangan, kualitas pendidikan serta kepribadian
anak. Oleh karena itu, pola asuh yang diterapkan setiap orang tua perlu
mendapat perhatian.
Orang tua merupakan madrasah pertama bagi anak, maka dari itu Orang
tua (ayah dan ibu) mempunyai peranan sebagai teladan pertama bagi pembentukan
pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan
sendirinya memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pemikiran dan
perilaku anak karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada
berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan ayah dan ibu. Ayah dan ibu
berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat.
Keluarga merupakan payung kehidupan bagi seorang anak. Keluarga
merupakan tempat ternyaman bagi seorang anak. Dalam setiap masyarakat, ayah dan
ibu merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial.
Seseorang menghabiskan paling banyak waktunya dalam ayah dan ibu dibandingkan
dengan di tempat-tempat lain, dan ayah dan ibu adalah wadah di mana sejak dini
seorang anak dikondisikan dan dipersiapkan untuk kelak dapat melakukan
peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa.
Maka dari itu dalam keluarga, orang tua harus mampu menciptakan
hubungan keluarga yang harmonis dan agamis. Karena sebagian waktu anak
digunakan dalam lingkungan keluarga, maka hubungan dengan anggota keluarga
menjadi landasan sikap anak dalam kehidupan sosial. Hubungan orang tua yang
efektif, penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang
yang tulus sehingga anak akan mampu mengembangkan aspek-aspek kepribadian yang
bersifat individu, sosial dan keagamaan.
Dengan pola asuh yang benar dan sesuai tingkat perkembangan
anak yang akan memberi dampak kepada nilai-nilai perilaku keagamaan anak,
semakin orang tua memberikan perhatian kepada anak, maka perilaku keagamaan
anak menjadi lebih baik dibanding perilaku keagamaan anak yang orang tuanya
disibukkan dengan pekerjaan diluar rumah Jadi yang dimaksud dengan pola asuh
orang tua adalah pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh
anak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk asuhan orang tua yang
berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan ketrampilan yang
dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan
situasi maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan sedangkan mendidik
secara tidak langsung adalah merupakan contoh kehidupan sehari-hari mulai dari
tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan orang tua,
keluarga, masyarakat dan hubungan suami istri.
Akan tetapi setiap orang tua juga
mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Pola
asuh orang tua yang sebatas menjadi ibu rumah tangga akan lebih maksimal
untuk mengurus dan mendidik anak-anaknya di rumah beda dengan ibu rumah tangga
yang mempunyai peran ganda, selain menjadi ibu rumah tangga ia juga disibukkan
dengan mencari kebutuhan ekonomi untuk mengais rezeki, dan waktu untuk keluarga
berkurang dengan kesibukan yang ada diluar rumah, orang tua yang mempunyai
kerja ganda adalah orang tua buruh tani.
Jenis-jenis Pola asuh
Jenis-jenis pola asuh, secara garis besar menurut Baumrind,
yang dikutip oleh Kartini Kartono terdapat 4 macam pola asuh orang tua,
yaitu:
1) Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan
pola asuh seperti ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya
pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realitas
terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang melampaui kemampuan
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai
berikut:
- Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima dan difahami dan dimengerti oleh anak.
- Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang harus dipertahankan anak dan yang tidak baik agar ditinggalkan.
- Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.
- Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
- Dapat menciptakan suasana komunikatif antara anak, orang tua dan sesama keluarga.
Selain hal yang disebutkan di atas, mendidik anak dengan cara
demokratis yaitu orang tua memberikan pengakuan terhadap kemampuan anak, anak
diberi kesempatan untuk tidak tergantung kepada orang tua. Orang tua memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik baginya, mendengarkan
pendapat anak, dilibatkan dalam pembicaraan, terutama yang menyangkut kehidupan
anak sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”( QS. Ali-Imron/03: 159).
2) Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan
kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan semua
kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan. Pola asuh otoriter
adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anak dengan
aturan yang ketat, sering sekali memaksa anak untuk berprilaku seperti dirinya
(orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama sendiri dibatasi, anak jarang
diajak komunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang
tua.
Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukuman
yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai macam yang
membatasi perlakuannya. Menurut Abdul
Aziz Al Qussy yang dikutip oleh Chabib Thoha mengatakan bahwa kewajiban orang
tua adalah menolong anak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi tidak
boleh berlebih-lebihan dalam menolong sehingga anak tidak kehilangan kemampuan
untuk berdiri sendiri nantinya dimasa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
- Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
- Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.
- Orang tua cenderung memberi perintah dan melaranga kepada anak.
- Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang.
- Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
- Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.
- Tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua.
Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri
Djamarah.
- Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan anak.
- Orang tua kurang memberi kepercayaan untuk anak melakukan sesuatu, dan orang tua kurang memberikan hak untuk anak mengeluarkan pendapat dan mengutarakan perasaannya.
3) Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar dan membiarkan anak
bertindak sesuai dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan
mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak dalam masalah
atau bahaya.
Dalam hal ini Elizabeth B Hurlock berpendapat disiplin permisif
tidak membimbing ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak
menggunakan hukuman.
Adapun yang termasuk pola asuh permisif adalah sebagai
berikut:
- Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
- Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
- Mengutamakan kebutuhan material saja.
- Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua).
- Kurang sekali keakraban dan hubungan dalam keluarga.
Sutari Imam Badabid menyatakan orang tua yang permisif yaitu:
- Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada.
- Anak diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya.
Pola asuhan permisif ini ditandi dengan adanya kebebasan tanpa batas pada
anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak
pernah memberikan arahan atau aturan dan hanya mengutamakan memenuhi kebutuhan
material anak saja. Anak tidak mengerti apakah perilakunya benar atau salah karena
orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak, akibatnya anak akan
berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu
sesuai atau tidak dengan norma masyarakat.
4) Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang
sangat minim pada anak-anaknya. Waktu banyak dihabiskan untuk keperluan pribadi
mereka, seperti bekerja, memberi kebutuhan yang minim untuk anak. Sehingga
selain kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, anak juga kekurangan materiil.
Pola asuh penelantar mempunyai ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri
Djamarah sebagai berikut:
- Orang tua menghabiskan waktu diluar rumah.
- Orang tua kurang memberikan perhatian kepada anak.
- Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas diluar rumah.
Dasar dan Fungsi Pengasuhan anak
1) Dasar Pengasuhan Anak.
Beberapa firman Allah yang menjelaskan bahwa Allah memerintahkan
bagi orang-orang yang beriman untuk saling menjaga keluarga dari api neraka.
a) Al-Qur’an Surat Thaahaa ayat 132
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(QS. Thaahaa/20:132)17
b) Al- Qur’an Surat At Tahrim ayat 6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At Tahriim/66:6)
c) Al-Qur’an Surat Luqman ayat 14
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman/31:14)1
Dari beberapa ayat di atas menjelaskan bahwa allah memerintahkan
bagi orang yang beriman untuk saling menjaga keluarganya dari api neraka. Orang
tua dan anak mempunyai kewajiban dan tugas masing-masing.
2) Fungsi Pengasuhan Anak
Fungsi pengasuhan anak disini keluarga diajak untuk mengkondisikan
kehidupan keluarga sebagai “institusi” pendidikan, sehingga terdapat proses
saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orangtua menjadi
pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala
mereka belum dewasa.
Fungsi pengasuhan orang tua dalam Islam mencakup tujuh bidang
pendidikan yaitu :
a) Pendidikan Fisik.
Yang pertama dapat dikenal dan dilihat oleh semua orang-orang yaitu
dimensi yang mempunyai bentuk terdiri dari seluruh perangkat: kepala, badan,
tangan, kaki dan seluruh anggota luar dan dalam yang diciptakan oleh Allah
dalam bentuk dan kondisi yang sebaik-baiknya. Pendidikan fisik bertujuan untuk
kebugaran kesehatan tubuh yang terkait dengan ibadah, akhlak dan dimensi
kepribadian lainnya.
b) Pendidikan Akal (intelektual).
Dalam pendidikan akal yaitu menolong anak-anaknya menemukan,
membuka, dan menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, minat-minat dan kemampuan
akalnya dan membiasakan bersikap intelektual yang sehat dan melatih indera
kemampuan-kemampuan akal.
c) Pendidikan Keindahan.
Pendidikan ini dapat didefinisikan sebagai perasaan cinta, gerakan
hati dalam kesadaran, gerakan perasaan dalam pemberian, gerakan otak dalam
pikirannya. Dapat orang tua rasakan bahwa sesuatu hal yang indah itu dapat
merubah suasana hati yakni memberikan ketenangan dan kedamaian dalam jiwa anak.
d) Pendidikan Psikologikal dan emosi anak.
Dalam aspek ini untuk menciptakan
pertumbuhan emosi yang sehat, menciptakan pertumbuhan emosi yang sesuai dengan
umurnya, menciptakan penyesuaian psikologikal yang sehat dengan dirinya
sendiri, dengan orang lain disekitarnya dan menumbuhkan emosi kemanusiaan yang
mulia dan berakhlakul karimah.
e) Pendidikan Iman bagi Anak.
Para orangtua dituntut untuk mengenalkan, membimbing, dan
membangkitkan kekuatan spiritual yang bersifat naluri, memberi teladan dan
melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenal kaidah-kaidah agama dan
perilaku keagamaan.
f) Pendidikan Akhlak bagi Anak-anaknya.
Orang tua mengajarkan bagaimana cara berprilaku yang baik pada
anak, mengenalkan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah agama yang mengajarkan
tentang akhlakul karimah.
g) Pendidikan Sosial Anak-anaknya.
Orang tua memberikan contoh dan membimbing terhadap tingkah laku
sosial ekonomi dan politik dalam kerangka aqidah Islam.
Dari pemaparan tentang fungsi pengasuhan anak diatas jika dapat
terlaksana, maka hal ini akan berpengaruh pada diri anak baik dari sisi
kognisi, efeksi maupun psikomotorik anak.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola asuh
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi polaasuh orang tua terhadap anak, antara lain:
1) Jenis Kelamin
Orang tua cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding anak
laki-laki.
2) Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan
anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan antara wanita dan laki-laki di
dalam suatu kebudayaan masyarakat.
3) Status sosial
Orang tua yang berlatar belakang
pendidikan rendah, tingkat ekonomi menengah dan rendah cenderung lebih keras,
memaksa dan kurang toleransi dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi
mereka lebih konsisten.
Rujukan:
- Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992)
- Hadi Subroto M.S., Mengembangkan Kepribadian Anak Balita, (Jakarta: Gunung, 1997),
- Elizabeth B. Hurloch, Chield Development, Terj Oleh Meatasari Tjandrasa, Perkembangan anak, Jilid II,
- Zahra Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Widiasarana, 1992), Cet. Ke-2,
- Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tuan dan Anak dalam Keluarga, (Jakart: Rineka Cipta, 2004),
- Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,1996).
- Abdullah Gymnastiar, Sakinah: Manajemen Qolbu untuk keluarga,(Bandung: Khas MQ, 2006), hlm. 110.
- Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
- TIM Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakata: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1,
- Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh, dan Keutamaan Wanita (Yogyakarta: Kanisius, 1990), Cet. Ke-1
- Danny I. Yatim Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika (Jakarta: Arcan, 1991) Cet. Ke-1,
- Casmini, Emotional parenting (Yogyakarta: P_Idea, 2007)
- Sugihartono, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2007), hlm. 31.