Jejak Pendidikan- Masalah kenakalan remaja di Indonesia ternyata menarik perhatian beberapa ahli ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan remaja Soerjono Soekanto menguraikan secara singkat sebagai berikut:kenakalan remaja yang terkenal di Indonesia adalah masalah “cross boy” dan cross girl” yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergabung dalam satu ikatan/organisasi formil atau semi formil dan yang mempunyai tingkah laku yang kurang/tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Delinkuensi anak-anak di Indonesia meningkat pada tahun-tahun 1956 dan 1958 dan juga pada tahun 1968- 1969, hal mana sering disinyalir dalam pernyataan-pernyataan resmi pejabat-pejabat maupun petugas-petugas penegak hukum. Delinkuensi anak-anak tadi meliputi pencurian, perampokan, pencopetan, penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obat perangsang dan mengendarai mobil (atau kendaraan bermotor lainnya), tanpa mengindahkan norma-norma lalu lintas.
Diteliti dalam kenyataan, banyak sekali cara hidup seseorang atau beberapa orang yang menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai-nilai atau ukuran-ukuran sosial, misalnya :cara-cara hidup anak delinkuen. Anak remaja yang menjadi delinkuen karena keadaan keluarga, sekolah bahkan karena lingkungan masyarakat pada umumnya mereka suka melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat dan mengancam ketenteramannya. Penganiayaan, pencurian, pemerkosaan, penipuan, pengrusakan dan mabukmabukan merupakan perbuatan yang anti sosial, tidak susila dan tidak bermoral. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak delinkuen pada hakikatnya melanggar hak-hak orang lain, baik harta, harga diri maupun jiwa.
Masalah generasi muda, terutama problem sosial yang timbul dari delinkuensi anak-anak pada garis besarnya sebagai akibat dari adanya ciri khas yang berlawanan, yakni: keinginan-keinginan untuk melawan dan adanya sikap apatis. Sikap melawan tersebut disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang, sedangkan sikap apatis biasanya disertai dengan rasa kekecewaan terhadap masyarakat. Generasi muda biasanya menghadapi problem-problem sosial dan biologis. Apabila seseorang mencapai usia remaja, secara fisik ia sudah matang, akan tetapi untuk dapat dikatakan dewasa dalam arti sosial, dia masih memerlukan faktor-faktor lainnya.
Tugas utama seorang guru dalam mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk mengembangkan strategi belajar mengajar yang efektif. Pengembangan strategi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan keadaan yang dapat mempengaruhi kehidupan peserta didik, sehingga mereka dapat belajar dengan menyenangkan dan dapat meraih prestasi belajar secara memuaskan, terlebih lagi jika peserta didiknya dalam periode masa remaja Peserta didik dalam rentang usia remaja merupakan masa yang berani memberontak dan berperilaku menyimpang.
Dari sini tampak perlunya peserta didik belajar melalui strategi belajar berbasis pengalaman dalam outbound karena tujuan outbound adalah menumbuhkan dan menciptakan suasana saling mendorong, mendukung dan memberi motivasi sebuah kelompok, mengembangkan kemampuan apresiasi dan kreatifitas serta penghargaan dalam sebuah perbedaan, memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya diri, tanggung Jawa dan rasa empati.
Outbound memiliki fungsi yaitu melatih ketahanan mental dan pengendalian diri, melatih semangat kompetisi yang sehat, melatih melihat kelemahan orang lain bukan sebagai kendala, meningkatkan kemampuan mengambil keputusan dan dalam situasi sulit secara cepat dan akurat, membangun rasa percaya diri.
Dengan demikian outbound dimaksudkan dapat menyalurkan perilaku peserta didik sehingga diharapkan berkelakuan tidak menyimpang dari norma-norma agama, hukum dan masyarakat. Penerapan outbond banyak ditempuh oleh dunia pendidikan karena para pendidik menyadari perlu adanya strategi belajar berbasis pengalaman dalam outbond, karena pembelajaran sekarang ini masih jauh dari harapan, terlepas dari realitas, ilmu yang dipelajari jauh dari praktek di lapangan. Anak cenderung diciptakan seperti mesin-mesin yang hanya bisa mengerjakan apa yang diajarkan, mengakibatkan anak cenderung terpasung tidak berkembang kreatifitasnya. Contoh pembelajaran yang hanya dilakukan di dalam kelas, tanpa melihat lingkungan sekitar, padahal media pembelajaran tidak hanya di ruangan. Ini yang mengakibatkan anak-anak itu tidak peduli dengan lingkungan.
Padahal menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani bahwa alam yang terbentang luas ini adalah teman yang setia bagi manusia. Ia boleh digunakan untuk maju dan memudahkan hidup insan serta keturunannya. Alam dapat menjadi sumber inspirasi dan tanda untuk menolong akal manusia berpikir mencari kebenaran. Alam dapat menjadi sumber ilham yaitu jika manusia dapat mengetahui rahasia dan undang-undangnya, atau dapat mengungkapkan hakikat keindahan yang permai dan murni. Dari hakikat lahiriah alam, maka manusia dapat sampai kepada kepastian tentang keagungan penciptanya.
Banyak sekali firman-firman Allah yang mengajak dan menuntut manusia memperhatikan dan mengenal lingkungan sekelilingnya (alam raya). Di sana terdapat banyak ayat yakni tanda dan bukti tentang wujud serta keesaan Allah SWT, terdapat juga banyak pelajaran yang dapat dipetik. Bertitik tolak pada paparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan strategi outbound untuk mengatasi kenakalan remaja biasanya dikemas dengan berbagai macam media alam, misalnya gunung, laut, sungai, hutan, ataupun pantai, tempat di mana kita bisa keluar dari rutinitas keseharian kita. Lokasinya menuntut kita keluar dari comfort zone, alias mengharuskan kita untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ekstrim. Kita akan dihadapkan pada kegiatan-kegiatan yang ‘mengejutkan' misalnya orienteering, high rope, arung jeram, atau bahkan semalaman tidur sendirian di tenda yang harus kita bangun sendiri.
Rujukan:
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa: Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa: Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
71M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Dimana: Tangan "Tuhan" Dibalik Setiap Fenomena, (Jakarta: Lentera Hati, 2008),