Advertisement
Latar Belakang Penulisan
Jejak Pendidikan- Secara konteks budaya, syair
Tanpo Wathon hadir untuk menyiramikegersangan akhlak masyarakat dewasa ini.
Titik berat yang mendesak supaya syair ini dapat hadir di tengah-tengah
penyakit yang melanda sosial masyarakat akhir zaman adalah bentuk sadar atas
keprihatinan akan banyaknya tragedi penyimpangan-penyimpangan kemurnian ajaran
agama. Kemurnian ajaran agama semakin sulit didapat. Budaya pengkafiran semakin
membanjiri masyarakat awam yang masih dalam proses belajar mendalami agama
Islam.
Fenomena tersebut tak lain
adalah bersumber dari cekaknya pemahaman terhadap keilmuan agama. Agama hanya
diberikan dimensi pemahaman secara normatif, legalistik serta tekstualistik
tanpa ada penggiringan pada dimensi kulturalisme. Akibatnya pemahama agama
terkesan kaku dingin dan beku tanpa adanya pengembangan untuk merespon seambrek
problematika sosial yang melanda umat. Alhasil, fenomena saling mengkafirkan
ramai di kalangan umat Islam sendiri, selanjutnya masuk dalam ranah kekarasan
serta konflik dalam tubuh umat Islam sendrii. Celakanya, pemahaman inilah yang
dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk
melakukan provokasi.
Imbas dari celakanya
pemahaman agama tersebut akhirnya semakin menjauhnya status Islam sebagai agama
yang rahmatan lil ‘alamin. Dan menjauhnya status Islam sebagai agama
yang rahmatan lil ‘alamin ini bukan karena faktor eksternal, bahkan
justru dari dalam kaum muslimin sendiri. Islam seakan-akan rusak karena
kerusakan yang ada di dalam tubuh Islam itu sendiri.
Atas kesadaran inilah, syair Tanpo
Wathon hadir sebagai obat atas fenomena tersebut, peredam kerasnya gema
kerisuhan di dalam umat Islam. Penggiringan pemahaman Islam tidak hanya dari
sisi luar atau syari’atnya saja. Namun lebih dalam lagi umat Islam diajak untuk
memahami Islam lebih dalam lagi, yakni memasuki ranah Tasawwuf. Syair ini
berusaha menjadikan hati seseorang selalu basah dengan dzikir, bacaan al-Qur’an
dan hadits. Menjadikan individu seorang muslim yang toleran, bijak dalam menghadapi
segala macam persoalan dengan mempertimbangkan manfaat dan bahayanya. Jauh dari
pemahaman dangkal yang mengakibatkan seseorang gersang dari ilmu agama yang
nantinya membawa akibat yang buruk.
Di samping itu, munculnya
karya syair ini juga bermula dari keinginan pribadi Gus Nizam agar seusai
pengajian ada sesuatu yang dibaca jama’ah pengajian yang telah ada sejak tahun
2002. “ sebenarnya banyak syi’ir yang dapat dipakai seperti syi’ir Abu
Nawas. Tapi itu sudah umum. Timbullah keinginan untuk membuat syi’ir sendiri
dalam bahasa Jawa,” penjelasan alumnus Sastra Arab Universitas al-Azhar
Mesir ini. Tambahnya, “ Dakwah dengan syi’ir apalagi bahasa Jawa, saya rasa
jauh lebih efektif dan menyejukkan”.
Tahap demi tahap, demi
kesempurnaan syair Tanpo Waton telah dilalui sebagaiman telah
diterbitkan secara singkat dalam tabloid Mimbar dalam rubrik Uswah, sebagai
berikut: Saat Gus Nizam pertama kali memperdengarkan sy’ir yang lahir dari
proses suluk dan berkhalwat selama sepuluh hari. Memang awalnya bahasa Syi’ir
Tanpo Wathon yang dipakai tidak seperti sekarang ini. Pada awalnya, syi’ir
itu terdiri dari 17 bait. Atas pertimbangan, akhirnya dirampingkan menjadi 13
bait seperti saat ini. Setelah syair ditulis, dia berusaha mencari judul yang
pas. Maka dia terinspirasi dengan sebuah lagu bertitel “ Tanpa Judul”.
Akhirnya pria yang
pernah nyantri di Lirboyo ini
pun memberikan nama syi’iran yang dikarangnya dengan nama Syi’ir Tanpo
Wathon, yang dalam bahasa Jawa, wathon berarti batas. Berarti Syi’ir
Tanpo Wathon itu memiliki arti syi’ir tanpa batas. “ Saya tidak ingin
syi’ir ini dibatasi pemaknaannya secara sempit. Jadi bebas orang mau menangkap
maknanya seperti apa,”. Secara garis besar, syi’ir ini diawali dari persoalan
dan berakhir dengan solusi. Semua persoalan itu merupakan rekaman sang Kiai
muda atas pelbagai persoalan yang membelit kehidupan umat Islam saat ini.
Selain itu juga merupakan otokritik terhadap eksistensi peran ulama’, guru
agama maupun pelajar Muslim.
Di samping karena keinginan
Gus Nizam dalam membuat syair untuk puji-pujian setelah pengajian, sebenarnya
terdapat rahasia yang ingin Gus Nizam berikan. Yakni hasil inovasi Gus Nizam
dalam metode dakwah. Dan ternyata benar bahwa metode dakwah tersebut membawa
hasil yang gemilang. Maksud dari pembuatan syair Tanpo Wathon target
utamanya adalah penyucian hati (tazkiyah nafs), dan selanjutnya penataan
hati yang mantap untuk memperoleh keyakinan haq yang kuat. Dari sinilah akhlak
akan terbentuk dengan baik.
Adapun dalam proses
penyebarannya, syair Tanpo Wathon melewati beberapa sejarah
perkembangan. Tahap demi tahap telah dilalui hingga sekarang mayoritas
masyarakat mengetahui “syair tanpo wathon”. Namun banyak masyarakat yang
menyebutnya dengan Syi’iran Gus Dur. Hal ini juga tidak terlepas dari
pengaruh sejarah perjalanan syair tanpo wathon. Dalam proses
penyebaraluasannya, yang paling berperan sesungguhnya adalah ketua PCNU kota
Malang, yaitu KH. Marzuqi Mustamar. Suatu hari seusai memberi pengajian di
Masjid Jami’ Malang, beliau menghimbau kepada para jama’ah untuk menggandakan
VCD yang berisi Syi’ir Tnapo Wathon dengan judul Gus Dur Bersyair. “konon
VCD tersebut didapatkan dari salah seorang anggota DPR RI saat bertandang ke
Malang,” paparnya.
Dari sanalah opini masyarakat
terbentuk. Sehingga dalam tempo singkat, syi’iran itu tersebar luas ke seluruh
penjuru Malang. Tak berselang lama, Radio Yasmara Kembang Kuning Surabaya
menyebarluaskannya melalui siaran radio setiap menjelang adzan shalat lima
waktu. Itulah yang membuat masyarakat Jawa Timur menjadi akrab dengan syiiran
tersebut. Hingga kini, siaran itu pun terus berkumandang dan dikolaborasikan
dengan nasyid Aghibu yang dilantunkan Syeikh Misyari al-Afasy. Secara hukum
positif, syair Tanpo Wathon ini sudah resmi terdaftar dalam
undang-undang hak cipta. Yakni pencipta dan pemegang Hak Cipta Lagu “ Syair
Tanpo Wathon” Nomor Agenda C00201101997 Peraturan Menteri Kehakiman R.I.
Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987.
Redaksi Syair Tanpo Waton dan
Terjemahnya
استغفر الله ربّ البرايا # استغفر الله
من الخطايا
ربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا
صالحا
يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع
الشان و الدرج
عطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل
الجود والكرم
BAIT 1
Ngawiti ingsun nglarar
syi’iran
Kelawan muji maring Pengeran
Kang paring rohmat lan
kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan.
(Bait ke-1)
Aku memulai menembangkan
syi’ir
dengan memuji kepada Tuhan
yang memberi rohmat dan
kenikmatan
siang dan malamnya tanpa
terhitung
BAIT 2
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan
moco
Tembe mburine bakal sengsoro
2X (Bait 2)
Wahai, para teman pria dan
wanita
Jangan hanya belajar
syariatnya saja
Hanya akan pandai berbicara,
menulis dan membaca
Baru belakangan akan sengsara
BAIT 3
Akeh kang apal Qur’an Haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale 2X
(Bait ke-3)
Banyak yang hafal Al Qur’an
dan Hadisnya
Senang mengkafirkan orang
lain
Kafirnya sendiri tidak
dihiraukan
Jika masih kotor hati dan
pikirannya
BAIT 4
Gampang kabujuk nafsu angkoro
….
Ing pepaese gebyare ndunyo….
Iri lan meri sugihe tonggo …
Mulo atine peteng lan nisto
2X… (Bait ke-4)
Gampang terbujuk nafsu
angkara
Dalam hiasan gemerlapnya
dunia
Iri dan dengki kekayaan
tetangga
Maka hatinya gelap dan nista
BAIT 5
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulyo matine 2X.
(Bait ke-5)
Ayo saudara jangan melupakan
Wajibnya mengkaji beserta
aturannya
Untuk mempertebal iman
tauhidnya
Bagusnya bekal mulya matinya
BAIT 6
Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo haqiqot manjing rasane 2
X (Bait ke-6)
Yang disebut sholeh adalah
yang hatinya bagus
Karena sudah lengkap ilmunya
Tarikat dan makrifatnya
berjalan
Hakikat juga meresap pada
perasaannya
BAIT 7
Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo
(Bait ke-7)
Al Qur’an qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah petuah guru mumpuni
Ditancapkan di dalam dada
BAIT 8
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman.
(Bait ke-8)
Menempel di hati dan pikiran
Merasuk dalam badan dan
seluruh hati
Mukjizat Rosul(Al-Qur’an)
jadi pedoman
Sebagai sarana jalan masuknya
iman
BAIT 9
Kelawan Alloh Kang Moho Suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti
lali 2X. ( Bait ke-9)
Kepada Allah yang Maha Suci
Harus mendekatkan diri siang
dan malam
Diusahakan dengan sungguh dan
ikhlas
Dzikir dan suluk jangan
pernah lupa
BAIT 10
Uripe ayem rumongso aman …
Dununge roso tondo yen iman…
Sabar narimo najan pas-pasan…
Kabeh tinakdir saking
Pengeran 2X … (Bait ke-10)
Hidupnya tentram merasa aman
Mantabnya rasa pertanda beriman
Sabar menerima meskipun
pas-pasan
Semua takdir dari Tuhan
BAIT 11
Kelawan konco dulur lan
tonggo
Kang podho rukun ojo dursilo
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito
(Bait ke-11)
Terhadap teman, saudara dan
tetangga
Yang rukunlah jangan
bertengkar
Itu sunnahnya Rosul yang
mulia
Nabi Muhammad tauladan kita
BAIT 12
Ayo nglakoni sakabehane
Alloh kang bakal ngangkat
drajate
Senajan asor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate
2X. (Bait ke-12)
Ayo lakukan semuanya
Allah yang akan mengangkat
derajatnya
Meskipun rendah tampilan
dhohirnya
Namun mulia maqam derajatnya
BAIT 13
Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo
manggone
Utuh mayite ugo ulese 2X
(Bait ke-13)
ketika ajal telah datang di
akhir hayatnya
tidak tersesat roh dan
sukmanya
dirindukan Allah surga
tempatnya
utuh jasadnya juga kain
kafannya
يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع
الشان و الدرج
عطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل
الجود والكرم
(Wahai utusan Allah, semoga
keselamatan tetap padamu,
Wahai yang berbudi luhur dan
bermartabat tinggi,
Rasa kasihmu wahai pemimpin
tetangga,
Wahai ahli dermawan dan pemurah
hati)
Nilai-nilai Pendidikan Islam
yang Terkandung dalam Syair Tanpo Waton Karangan KH. Muhammad Nizam
As-Shofa
Adapun nilai-nilai pendidikan
Islam yang terkandung dalam Syair Tanpo Waton karangan KH. Muhammad
Nizam As-Shofa di antaranya adalah:
1. Kandungan Nilai
Pendidikan Aqidah dalam Syair Tanpo Waton Karya KH. Nizam Asshoffa
a. Iman Kepada Allah
Ada beberapa bait yang
mengandung nilai pendidikan aqidah dalam syair tanpo waton. Diantaranya
terdapat pada syair:
Ngawiti ingsun nglarar
syi’iran
Kelawan muji maring Pengeran
Kang paring rohmat lan
kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan. (Bait ke-1)
Inti kandungan dari bait ke-1
di atas adalah nilai tauhid, pengakuan terhadap ke-Esaan dalam segalanya dan
Esa dalam dzat-Nya. Dia Maha Esa dalam sifat-sifaNya, Maha Esa dalam wujudNya,
artinnya hanya Allah sajalah yang wajibul wujud (wujud yang pasti), sedangkan
yang lainnya hanya mukminul wujud (wujud yang membutuhkan perantara). Dia Maha
Esa dalam mererima ibadah, mendengar do’a dan permohohan hamba-Nya, Dia Maha
Esa dalam memberi hukum, artinya Dialah pemberi hukum tertinggi.
Selain mentahuidkan Allah, tanda
keimanan terhadap Allah adalah dengan senantiasa mengingatNya dalam keadaan
apapun, ini juga merupakan salah satu bentuk akhlak terhadap Allah. Salah satu
cara yakni dengan selau berdo’a dan menyebut nama Allah ketika akan melakukan
setiap pekerjaan dan aktivitas. Dengan menyerbut nama Allah ketika akan memulai
suatu pekerjaan, maka sama saja dengan berdo’a dan memohon kepada Allah supaya
setiap yang kita kerjakan bermanfaat dan barokah. Menyebut nama Allah biasa
diistilahkan dengan kalimat bismillah atau basmallah. Kepedulian
Gus Nizam dalam pendidikan keimanan yang bekaitan dengan kalimat bismillah atau
basmallah ini diungkapkan melalui syair diatas, yang diterjemahkan
kedalam bahasa jawa halus dan mudah dimengerti setiap kalangan. Beliau mencoba
mengajak kita para pendengar khususnya bagi setiap umat muslim untuk senantisa
mengingat dan menyebut nama Allah.
Dalam syair tersebut Gus
Nizam mengajak pendengar untuk turut bernyanyi bersamanya dan tidak lupa
mengucap nama Allah dalam memulai setiap pekerjaan yang baik. Kalimat-kalimat
yang ditulis Gus Nizam dalam syair tersebut merupakan penjabaran dari pentinganya
bismillah atau basmallah. Mengucap bismillah tidak sekedar
mengucapkan “kelawan muji maring pengeran kang paring rahmat lan kenikmatan”
atau “dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang”, tetapi
mengucap bismillah berati menyatakan “saya berbuat, bertindak, bekerja,
dan memulai dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang”. Karena setiap
perbuatan yang tidak kita mulai dengan bismillah maka bernilai cacat.
Letak cacatnya adalah jika bekerja tanpa mengucap bismillah adalah
karena kita melupakan Allah. Lupa bahwa semua kekuatan untuk bekerja dan
beraktivitas itu merupakan salah satu karunia Allah. Sebab sesungguhnya manusia
itu tidak sepenuhnya bisa menguasai dirinya sendiri dan masih mudah terbawa
oleh nafsunya. Manusia mungkin makhluk sempurna tapi manusia adalah makhluk
sangat terbatas karena hal-hal tertentu manusia belum tentu bisa melakukannya.
Mengenai hal ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Insan ayat 30:
Artinya : “dan kamu tidak
mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
b. Iman Kepada Kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab Allah
adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menurunkan wahyu yang
berupa petunjuk untuk disampaikan dan diresapkan kepada Rasul kepada para
umatnya. Untuk menunjukkan kepada mereka arah jalan yang lurus bijaksana dan diridhai
serta digariskan oleh Allah agar seluruh umat manusia bisa mentaatinya, sebab
dengan jalan ini seseorang bisa sampai kearah kesempurnaan yang hakiki, baik
dalam segi kerohanian dan akhlak. Sebagaimana dalam firman Allah pada surat
Al-Baqorah ayat 213:
Artinya : “manusia itu
adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para
Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab
yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu member petunjuk
orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Salah satu keistemawaan umat
Islam dibandingkan umat lainnya ialah jamian Allah terhadap Al-Qur’anul Karim.
Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab Allah yang dipastikan keasliannya
semenjak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW hingga tibanya hari kiamat.
Hal ini tidak ditemukan di dalam kitab Allah lainnya yang telah diwahyukan
kepada nabi atau rasul terdahulu. Baik itu kitab Taurat yang diwahyukan kepada
Nabi Musa AS maupun kitab Injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa AS. Tidak ada
satupun ayat di dalam yang menyatakan bahwa otentitas kedua kitab tersebut
bakal terjamin. Itulah sebabnya dewasa ini ditemukan versi Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Antara satu dengan lainnya terdapat banyak sekali perbedaan. Sebagaimana
dalam firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9:
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah
yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”
Dalam syair tanpo waton Gus
Nizam pun menanamkan konsep nilai pendidikan keimanan pada kitab-kitab Allah.
Adapun syairnya adalah :
Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo
(Bait ke-7)
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman.
(Bait ke-8)
Dalam syair bait ke-7 dan
ke-8 di atas telah dijelaskan bahwa Al- Qur’an dijadikan petunjuk atau pedoman
hidup bagi manusia untuk mengarungi kehidupan ini.
c. Iman kepada Rasul Allah
Iman kepada Rasul adalah
mempercayai dan menyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah mengutus
rasulNya untuk membawa syiar agama atau membimbing umat manusia kepada jalan
yang benar dan diridhaiNya. Jumlah rasul tidak diketahui secara pasti, namun
ada pendapat ulama’ yang mengatakan bahwa Allah telah menururnkan Nabi sebanyak
124.000 orang serta Rasul sebanyak 313 orang orang.
Jumlah ini pun belum
dipastikan dan kemungkinan besar jumlah lebih banyak lagi. Hanya Allah SWT yang
mengetahuinya. Dalam meyakini adanya Rasul Allah berarti manusia itu mengikuti
jejak langkahnya untuk memperhias diri dengan meniru akhlak para Rasul dan
Nabi. Karena langkaoh para Rasul dan Nabi mencerminkan suatu tauladan yang
tinggi nilainya dan bermutu baik sekali, bahkan sebagai kehidapan yang suci dan
bersih yang dikehendaki Allah SWT.
Dalam syair tanpo waton tak
banyak yang menerangkan tentang keimanan kepada rasul, adapum beberapa potongan
syairnya:
Kelawan konco dulur lan
tonggo
Kang podho rukun ojo dursilo
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito (Bait ke-11)
Dalam kutipan bait ke-11
tersebut, menampilkan konsep tentang keimanan kepada Rasul, dimana tugas
diutusnya Rasul adalah untuk menyeruh kepada umatnya disamping menyampaikan
risalah, beliau juga memberikan bimbingan dan tauladan kepada umatnya. Sebagai gambaran,
atau contoh bagi umat dalam menjalani kehidupannya, dan Nabi Muhammad SAW
adalah Nabi terakhir serta menjadi tauladan bagi umat muslim. Seperti firman
Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 40:
Artinya : “Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.”
Berkaitan dengan keistimewaan
Nabi Muhammad tersebut, Gus Nizam menambahkan sholawat serta salam pada awal
dan akhir syair kepada beliau Nabi Muhammad SAW untuk memohon syafaat dan memohon
ampun kepada Allah SWT. Adapun syair berikut ini:
استغفر الله ربّ البرايا # استغفر الله
من الخطايا
ربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا
صالحا
يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع
الشان و الدرج
عطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل
الجود والكرم
Syair tersebut merupakan
ungkapan sanjungan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bait pertama
dan kedua dibuka dengan do’a dan bait selanjutnya yakni shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW. Bershalawat kepada Rasulullah SAW merupakan bukti
cinta umat kepada beliau. Ini merupakan salah satu tanda bahwa kita beriman
kepada Rasul, karena sesungguhnya Allah dan malaikatNya juga bershalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 56 :
Artinya : “Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”
Nabi Muhammad adalah utusan
Allah yang membawa cahaya kebenaran yang menerangi dunia ketika dunia berada
dalam kejahiliahan (kebodohan) dengan agama yang dibawanya yakni Diinul islam.
Sebagai Nabi yang terakhir beliau telah menyempurnakan bangunan Dinullah
yang telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul
sebelumnya. Sehingga bangunan itu menjadi indah dan sempurna. Dan dengan
bangunan itulah Nabi Muhammad SAW
diutus oleh Allah untuk
seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti.6 Hal ini
ditegaskan dalam firman Allah surat Saba’ ayat 28:
Artinya : “dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
Shalawat dari segi etimologi
adalah do’a permohonan kepada Allah untuk Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan sahabatnya. Syair berisi tentang suri tauladan, puji-pujian sebagai salam
hormat, ungkapan terimakasih dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Diantara
shalawat yang populer dan menjadi rujukan pertama kesenian musik tradisional
islam adalah shalawat badar, shalawat barzanji, dan shalawat burdah. Seni
shalawat memang pada awalnya merupakan jenis seni sastra lisan yang berkembang
pada masyarakat santri pondok pesantren yang kemudian ditransformsikan menjadi
sastra kitab atau ditulis, lalu dimodifikasi dan dikolaborasi dengan berbagai
jenis music dan aliran. Jenis umum yang sering digunakan untuk mengeringi
antara lain rebana, hadroh dan terbang.
Kemudian seiring dengan
kemajuan zaman keragaman instrument tersebut yang juga dipadukan dengan kecanggihan
alat-alat elektronik serta ditunjang dengan kehndalan para musisi tentu akan menghasilkan
sebuah komposisi yang indah. Bahkan syair shalawat sudah tidak mutlak dengan
bahasa arab saja akan tetapi sudah banyak dibawakan dalam bahasa daerah dan nasional.
Kreasi tersebut diupayakan agar shalawat semakin menarik dan tidak monoton.
Dengan adanya syair Tanpo Waton karya Gus Nizam maka inni adalah sebagai salah
satu bukti bahwa shalawat semakin modern sehuingga bisa dinikmati oleh berbagai
kalangan tidak hanya kalangan pesantren saja.
d. Iman kepada hari akhir
Hari akhir adalah hari
dibinasakan dan dihancurkan alam semesta yang merupakan tanda berakhirnya
kehidupan di dunia kehidupan yang kekal yakni di akhirat. Lalu Allah
menciptakan alam lain yaitu alam akhirat. Pada alam itu, manusia dibangkitkan
dari kematian untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup
di dunia, dan mendapat balasan yang sesuai dengan amal perbuatannya semasa
hidup di dunia. Oleh karena itu barang siapa yang kebaikannya melebihi
keburukannya, tentulah akan ditempatkan di surga oleh Allah. Dan barang siapa
yang keburukannya melebihi kebaikannya maka Allah akan menempatkannya di
neraka.
Iman kepada hari akhir
merupakan salah satu rukun iman atau sendi dari rukun keimanan dan merupakan
bagian utama dari beberapa bagian akidah. Iman kepada hari akhir adalah
meyakini dengan sepenuh hati datangnya hari akhir atau kiamat dan munculnya
alam akhirat tempat manusia mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya sewaktu
hidup di dunia di hadapan Allah. Untuk menggambarkan peristiwa hari akhir,
dalam syair Gus Nizam memberikan pesan-pesan peristiwa hari pembalasan, seperti
berikut ini:
Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo
manggone
Utuh mayite ugo ulese 2X (Bait ke-13)
Dalam bait ke-13 di atas
dijelaskan tentang keadaan manusia ketika telah tiba ajalnya, manusia tidak
akan mengetahui kapan mereka akan dipanggil oleh Allah dan manusia tidak bisa
menghindar dari pengadilan Allah yang akan terjadi ketika manusia dibangkitkan
dari alam kubur. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Az-Zalzalah
ayat 6:
Artinya: “pada hari itu
manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.”
Kemudian setelah manusia
berkumpul, maka tibalah waktumya bagi Allah untuk memberikan balasan atas
perbuatan yang dilakukan manusia semasa di dunia. Dalam pengadilan Allah ini
tak ada satu orang pun yang dapat bersaksi dengan mulutnya karena mulut telah
dikunci rapat, hanya anggota badan dan hati mereka bersaksi. Pernyataan tersebut
telah ditegaskan oleh Allah dengan firmanNya dalam surat Yasiin ayat 65:
Artinya: “pada hari ini Kami
tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi
kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Dalam syair diatas tadi
disamping menjelaskan tentang hari akhir juga mengandung nilai atau pesan
taubat. Secara tidak langsung Gus Nizam mengajak para pendengar senantiasa
mengingatm Allah dan memohon ampunaNya sebelum hari pembalsan tiba.
Dalam potongan syair tersebut
terdapat pesan mengenai waktu. Manusia diberi oleh Allah waktu di dunia untuk
dimanfaatkan sebaikbaiknya. Allah memerintahkan manusia untuk beriman dan
meramal sholeh. Karena iman dan amal tersebut merupakan bekal untuk kehiduoan
di akhirat nanti. Jika manusia tidak bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan
baik maka ia adalah termasuk orang yang merugi karena waktu yang telah
disia-siakan. Seperti dalam firman Allah surat Al-‘Asr ayat 1-3:
Artinya: “ demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
2. Nilai-nilai Pendidikan
Ibadah dalam syair Tanpo Waton Karya KH. Nizam Asshofa
a. Memahami ilmu Agama dan
mengamalkannya
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan
moco
Tembe mburine bakal sengsoro 2x (Bait 2)
Istilah “syare’at” dalam bait
di atas berasal dari kata syari’at yang berarti hukum atau peraturan yang
mengatur seruh sendi-sendi kehidupan dalam beragama termasuk penyelesaian
masalah yang mungkin terjadi pada kehidupan. Potongan syair di atas berisi sebuah
himbauan ketika ingin belajar ilmu agama jangan hanya mempelajari syariatnya
saja yang hanya menjadikan pandai berbicara, menulis dan membaca, kemudian akan
mendapat sengsara. Syi’ir Tanpa Waton bait ke-6 di atas berisi tentang
peringatan supaya tidak sengsara di masa depan. Jika bait tersebut dicermati
lebih dalam ada dua golongan yang akan sengsara masa depannya. Golongan yang
dimaksud adalah orang yang hanya mempelajari ilmu syariat agama tanpa disertai
ilmu-ilmu yang lain, dan golongan yang kedua adalah orang yang hanya
mempelajari ilmu syariat akan tetapi tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Dua golongan tersebut adalah
orang yang nantinya akan menyesal karena merasakan kesengsaraan. Jadi, Sebagai
seorang yang mengaku dirinya muslim harus memahami syari’at islam sebagai
aturan dan ajran agama islam, dan tidak berhenti pada hal itu. Seorang muslim
seharusnya memahami makna dari setiap aturan dan ajaran agama islam. Dengan
demikian, mereka mengetahui hakikat dari aturan dan ajaran islam secara kaffah
(menyeluruh). Apabila seseorang hanya mengetahui syari’at saja, maka ia
hanya diibaratkan sebagai orang yang hanya pandai dalam bicara saja, sedangkan
ia tidak mengamalkan apa yang telah dipelajarinya, perbuatan seperti itu akan
menyesatkan pada kesengsaraan. Seperti yang diungkapkan dalam syair tersebut
yang berbunyi “duh bolo konco priyo wanito”, dalam bait ini bersifat
mengajak atau mengamalkan kepada orang lain atas ilmu yang pernah dipelajari
ketika telah mengerti dan memahami secara menyeluruh. Selanjutnya bait yang
ke-5 yaitu:
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulyo matine 2x.
(Bait ke-5)
Tauhid berasal dari kata
tauhid yang berarti menjadikan sesuatu satu. Dalam agama Islam tauhid adalah
sebuah konsep pengesaan Allah SWT. Bait tersebut merupakan sebuah ajakan supaya
tidak melupakan kewajiban belajar secara lengkap beserta aturan di dalamnya
untuk mempertebal iman dan tauhidnya, sebagai bekal yang bagus untuk meraih
kemulyaan setelah meninggal. Kutipan bait di atas berisi sebuah ajakan untuk
mengaji atau dalam hal ini yang dimaksud adalah belajar ilmu agama. Mempelajari
ilmu agama sangat identik dengan dengan kehidupan santri di pondok pesantren
yang memang kegiatan utamanya adalah mempelajari ilmu
agama.
b. Gemar Melakukan Dzikir dan
Suluk
Dzikir berasal dari bahasa Arab ” ذَكَرَ ” yang berarti mengingat, memperhatikan, mengenang,
mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti.13 Maksudnya, ingat kepada Allah di
dalam hati disertai menjalankan semua perintah dan menjauhi
larangan-larangan-nya. Dalam terminologi Islam, dzikir mempunyai arti
yang sempit dan luas. Dzikir dalam arti sempit adalah menyebut Allah
dengan membaca tasbih, membaca tahlil, membaca tahmid, membaca takbir, membaca Alquran
dan membaca do’a-do’a yang ma’tsur, yaitu do’a-do’a yang diterima dari Nabi
Muhammad SAW. Dalam arti luas, żikir dapat diartikan sebagai perbuatan lahir
atau batin yang tertuju kepada Allah semata-mata sesuai dengan perintah Allah
dan Rasul-Nya.
Sedangkan suluk adalah
ikhtiar seseorang menempuh jalan menuju kepada Allah SWT, semata-mata untuk
mencari keridhaan-Nya. Suluk dilakukan oleh seorang murid dengan
bimbingan guru mursyid-nya. Dan pelacakan kandungan nilai pendidikan dzikir
dan suluk dalam syair Tanpo Waton ini secara tersurat
ditemukan pada bait ke sembilan, yaitu:
Kelawan Alloh Kang Moho Suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti
lali 2X. ( Bait
ke-9)
Lebih tepatnya bait yang
menerangkan dzikir dan suluk merupakan kalimat larangan agar tidak lupa akan
keduanya dengan kata “jo nganti lali”. Maksudnya adalah bagi seorang
yang ingin mendapatkan pertolongan Allah harus melakukan dzikir dan suluk
dalam serangkaian ritual tirakat dan riyadhoh.
c. Gemar Membaca al-Qur’an
Pelacakan kandungan nilai
pendidikan gemar membaca al-Qur’an dalam syair Tanpo Waton ditemukan pada bait
ke-7, yakni:
Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo (Bait ke-7)
Bait ke-7 ini sebenarnya
adalah kalimat berita bahwa al-Qur’an adalah wahyu yang bersifat qodim yang
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW tanpa melalui proses penulisan, akan tetapi
beliau sudah dapat membacanya. Karena kalamullah tersebut langsung dimasukkan
ke dalam dada beliau oleh malaikat Jibril atas perintah Allah SWT. Dan bait ini
secara tersirat memberikan pengajaran bahwa umat Nabi Muhammad SAW seharusnya
membaca al-Qur’an sebagaimana beliau diperintah untuknya. Dan selanjutnya
mendalami maknanya untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Rujukan:
1. Samsur Munir Amin dan
Haryanto Al-Fandi, Energi Dzikir, (Jakarta: Amzah, 2008),
2. Baidi Bukhori, Zikir Al-Asma’
Al-Husna “Solusi atas Problem Agresivitas Remaja, (Semarang: Syiar Media
Publishing, 2008).
3. Rosihan Anwar, Akidah
Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008
4. Sayyid Sabiq, Aqidah
Islam, (Darul Kutub: Beirut, tt
5. Yanuar Ilyas, Kuliah
Aqidah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI 2006
6. Darmo Budi Suseno, Lantunan
Shalawat + Nasyid Untuk Kesehatan dan Melejitkan IQ,EQ, SQ, (Yogyakarta:
Media Insani),
7. Rosihon Anwar, Akidah
Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
8. Dakwah Syi’iran yang
Menggetarkan”, Mimbar, dalam Rubrik Uswah, November 2012.