Advertisement
Jejak Pendidikan- Sebelum membahas lebih jauh mengenai self-control, tentunya akan lebih terperinci lagi apabila telah dipahami apa itu self atau yang disebut dengan diri terlebih dahulu. Banyak buku yang membahas apa itu diri, atau mengenai ilmu jiwa yang dimana dalam setiap buku yang membahas mengenai hal tersebut menafsirkan hal yang berbeda sesuai dengan pokok bahasan yang menjadi obyek pembahasan dalam buku tersebut, seperti contoh perbandingan dari beberapa buku yang menjadi rujukan dalam penelitian ini.
Buku pertama berjudul psikologi Islam di dalam buku tersebut menyebutkan bahwa diri, atau dalam bahasa arab yang disebut dengan nafs mendefinisikan bahwa diri (nafs) memiliki pemaknaan yang banyak seperti:
- jiwa
- dorongan hati yang kuat untuk berbuat baik
- sesuatu yang melahirkan sifat tercela,
- dan sesuatu didalam diri manusia yang mengarahkan tingkah laku,
- yang terakhir yaitu sisi dalam diri manusia yang dicipta secara sempurna dimana didalamnya terkandung potensi baik dan buruk.
Dapat disimpulkan bahwa dalam buku ini yang dimaksud dengan diri adalah bahwa diri (nafs) atau jiwa memiliki dua kecenderungan yaitu hal baik-buruk dan dorongan, tingkah laku. Bahwa keduanya adalah indikasi manusia yang tidak selamanya baik atau buruk. Jadi tidak dibenarkan sesuatu tindakan (persepsi) pendewaan pada seseorang yang sedang bersikap baik atau penghinaan pada orang yang kebetulan berbuat salah.
Buku selanjutnya yang berjudul theories of personality dalam terjemahannya disebutkan bahwa konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut.
Konsep diri tidak identik dengan diri orgasmik. Bagian-bagian dari diri orgasmik berada diluar kesadaran seseorang atau atau tidak dimiliki oleh orang tersebut. Sebagai contoh, perut adalah bagian diri orgasmik, tetapi bila terjadi kesalahan fungsi dan menimbulkan kecemasan, maka perut tersebut biasanya tidak akan menjadi bagian dari konsep diri seseorang.
Demikian pula, manusia dapat meyangkal beberapa aspek dalam dirinya seperti pengalaman dengan kebohongan, saat pengalaman terebut tidak konsisten dengan konsep diri mereka. Dengan demikian, saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka, biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah diabsorbsi atau diubah, jadi konsep diri yang telah dibangun tidak mungkin tidak membuat perubahan sama sekali, hanya etap akan terasa sulit. Perubahan biasanya paling mudah terjadi ketika adanya penerimaan dari orang lain, yang membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan ancaman serta untuk mengakui dan menerima pengalaman-pengalaman yang sebelumnya ditolak.
Dengan kata lain kita harus benar-benar teliti bahwasanya terdapat dua alam dengan bahasa yang berbeda. Alam imajiner dengan bahasa aneh yang bersifat indiosinkretik dan alam dimana tubuh hidup dengan bahasa yang tertata dan tersistematika sehingga bisa dipahami secara nomotetik. Diri (nafs) bukan tubuh tetapi juga sekaligus tubuh. Ia bukan tubuh karena sifatnya yang indosinkretik. Tubuh yang nomotetik adalah tubuh yang ada pada tatanan tanda (yang bisa juga difahami sebagai bahasa sehari-hari) yang berdasarkan konvensi atau kesepakatan. Tetapi semua kesepakatan itu tidak pernah bisa menyepakati secara penuh apa itu diri, karena keterbatasan dari perangkat kesepakatan itu, yaitu bahasa itu sendiri. Itu sebabnya tidak semua bisa dijelaskan dengan bahasa.
Berbagai macam penafsiran mengenai apa itu diri yang telah saya sebutkan diatas itulah yang sesungguhnya memberikan kesimpulan bahwa makna diri atau self atau nafs itu memiliki makna yang universal bergantung dengan obyek yang disifati, menurut pandangan peneliti dari beberapa kesimpulan tersebut dapat disimpulkan bahwa self atau yang disebut dengan diri itu merupakan sebuah bagian pada diri manusia yang memiliki peran sebagai penunjuk atau pemberi identitas pembeda pada setiap manusia, dalam Indiosinkretik adalah kondisi dimana dirimu dibandingkan dengan dirimu sendiri. Nomotetik adalah kondisi dimana dirimu dibandingkan dengan orang lain dalam suatu kesepakatan perbandingan. Kesepakatan ini bersifat kultural.
sisi baik maupun buruk, seperti sebuah kepingan kaset kosong yang dapat di katakana kaset yang sesungguhnya apabila sudah memiliki isi atau dapat digunakan, begitu pula dengan yang dinamakan dengan diri.
Rujukan:
Rafy Sapuri, Psikologi Islam: Tutunan Jiwa Manusia Modern, Rajawali Press, Jakarta, 2009.
43 Jess feist dan gregory j. Feist. Teori kepribadian, edisi 7 terjemah, theories of personality, salemba humatika jakarta, 2010,