Jejak Pendidikan- Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1996) dinyatakan bahwa religius berarti bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan), penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan.
Dalam konteks pendidikan di sekolah berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama yang diwujudkan dalam sikap hidup serta ketrampilan hidup oleh para warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
http://www.jejakpendidikan.com/ |
Sedangkan konteks pendidikan agama ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah swt. Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan ritual, seperti shalat berjamaah, do’a bersama ketika akan dan telah meraih sukses tertentu, menegakan komitmen dan loyalitas terhadap moral force disekolah dan lain-lain. Yang horizontal berwujud hubungan antar manusia atau antar warga sekolah, dan hubungan mereka dengan alam sekitarnya.
Penciptaan suasana religius yang bersifat horizontal lebih mendudukan sekolah sebagai institusi sosial, yang jika dilihat dari struktur hubungan antar manusianya, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hubungan, yaitu:
- Hubungan antara atasan dan bawahan;
- Hubungan profesional; dan
- Hubungan sederajat atau suka rela.
Untuk menciptakan masing-masing hubungan agar tercipta kerjasama yang harmonis dan seimbang, maka diperlukan adanya pengertian dan saling menghormati. Pada tataran hubungan atasan bawahan perlu adanya kepatuhan dan loyalitas para guru dan tenaga kependidikan lainnya terhadap atasannya misalnya kepala sekolah.
Sedangkan hubungan profesional lebih memfokuskan pada penciptaan hubungan yang rasional, kritis, dinamis antar sesama guru dan pimpinannya untuk saling berdiskusi demi pengembangan akademik, yakni pengembangan dan peningkatan kualitas sekolah.
Adapun hubungan sederajat atau suka rela merupakan hubungan manusiawi antar sejawat, untuk saling membantu, mendo’akan, mengingatkan dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Penciptaan suasana yang menyangkut ketiga hubungan tersebut di atas dengan lingkungan atau alam sekitarnya diwujudkan dalam bentuk membangun suasana atau iklim yang komitmen dalam menjaga dan memelihara berbagai fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah, serta menjaga dan memelihara kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan hidup di sekolah.
Keberagamaan atau religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati nurani” pribadi oleh karena itu, pada dasarnya religiusitas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang tampak formal. Yang dicari dan diharapkan untuk anak-anak kita adalah bagaimana mereka dapat tumbuh menjadi abdi-abdi Allah yang beragama baik, namun sekaligus orang mendalami cita rasa religiusitasnya, dan yang menyinarkan damai murni karena religiusnya, meskipun dalam bidang keagamaannya kurang patuh. Itu dibandingkan dengan orang yang hebat keagamaannya, tetapi ternyata itu hanya kulit luarnya saja.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam diri manusia terdapat berbagai macam fitrah antara lain adalah fitrah agama, fitrah suci, fitrah berakhlak, fitrah kebenaran, dan fitrah kasih sayang, penjelasannya sebagai berikut:
a. Fitrah Agama
Dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 172 dinyatakan futrah beragama sudah tertanam kedalam jiwa manusia semenjak dari alam arwah dahulu yaitu sewaktu ruh manusia belum ditiupkan oleh Allah kedalam jasmaninya
dan (ingatlah) ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘bukankah aku ini’tuhanmua?’ mereka menjawab’betul (engkau tuhan kami), kami menjadi saksi’ (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan ‘sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan)” (QS. Al-A’raaf : 172).
b. Fitrah Suci
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa yang membuat manusia menjadi kotor adalah dosa. Hal ini sebagaimana firman Allah dalah surat Al-Mutaffifin ayat 14 yang artinya: “tidak, sekali-kali tidak bahkan kotor (tertutup) hati mereka karena dosa-dosa yang mereka kerjakan”.
sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” (QS Al-Muthaffifin: 14).
c. Fitrah Berakhlak
Ajaran islam menyatakan secara tegas sekali bahwa Nabi Muhammad Saw. Diutus oleh Allah kepada manusia adalah untuk menyempurnakan moral atau akhlak manusia. Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad SAW) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107).
d. Fitrah Kebenaran
Di dalam Al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui kebenaran. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 26 yang artinya “ maka adapun orang-orang yang beriman, mereka mengetahui bahwa itu benar-benar dari tuhan mereka.
e. Fitrah Kasih Sayang
Di dalam Al-Qur’an, dijelaskan bahwa dari diri manusia telah diberi Allah fitrah kasih sayang. Hal ini sebagaimana tercermin dalam firmannya surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
dan dia jadikan diantara kamu percintaan dan kasih sayang”. Karena manusia memiliki fitrah kasih sayang, maka Allah memerintahkan kepada manusia supaya saling berpesan dengan kasih sayang.
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keberagamaan atau religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati nurani” pribadi, yang dicari dan diharapkan untuk anak-anak kita adalah bagaimana mereka dapat tumbuh menjadi abdi-abdi Allah yang beragama baik. Untuk membentuk hal tersebut, maka upaya kepala sekolah sangat dibutuhkan dalam membentuk suasana religi di sekolah.
Suasana religius yang diharapkan dalam berbagai jenjang pendidikan adalah bagaimana anak-anak dapat tumbuh sebagai abdi-abdi Allah yang beragama baik, sekaligus mempunyai cita rasa religius yang mendalam, serta menyinarkan damai murni karena fitrah religiusnya.