Advertisement
Jejak Pendidikan- Secara etimologi,
internalisasi menunjukkan suatu proses. Dalam kaidah bahasa Indonesia, akhiran –isasi
mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi dapat didefinisikan sebagai
suatu proses. Internalisasi dapat diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan
secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan, dan sebagainya.
Internalisasi juga diartikan
sebagai proses menghayati hal-hal yang disampaikan sehingga membangun kesadaran
penerima dan hal-hal yang disampaikan tersebut diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa internalisasi
berarti penghayatan. Secara lebih luas internalisasi merupakan penghayatan
terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan
kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku.
Dalam prosesnya, upaya
internalisasi melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan internalisasi adalah:
1. Tahap transformasi nilai
Tahap ini merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang
baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara
pendidik dan peserta didik.
2. Tahap transaksi nilai
Suatu tahap pendidikan nilai
dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik
dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal balik.
3. Tahap transinternalisasi
Tahap ini jauh lebih mendalam
dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi
verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan secara aktif.
Adapun yang dimaksud dengan
pemahaman adalah, sebagaimana yang tertera dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata pemahaman berasal dari kata paham yang artinya
mengerti, mengerti benar, tahu benar, pandai. Sedangkan arti pemahaman sendiri
adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.
Jika kita kembali kepada tata
urutan taksonomi kognitif, tentulah kita akan mengacu pada taksonomi kognitif
yang dicetuskan oleh Benyamin Bloom (lebih dikenal dengan istilah Taksonomi
Bloom). Adapun uraian Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Knowledge)
2. Pemahaman (Comprehension)
3. Penerapan (Aplication)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Syntesis)
6. Evaluasi (Evaluation)16
Jika kita lihat urutan
taksonomi tersebut, kesimpulan yang bisa kita ambil adalah, ketika kita
menginginkan seseorang mampu menerapkan dan menganalisis setiap materi
pembelajaran yang telah disampaikan secara baik, maka ia harus terlebih dahulu
memahami apa yang disampaikan tersebut. Pemahaman sendiri bisa diartikan
sebagai kemampuan untuk mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan
ide yang tidak terkandung di dalamnya.
Pemahaman tentulah berbeda
dengan pengetahuan. Karena ketika perkembangan ragam berpikir seseorang hanya
sampai pada pengetahuan, maka ia tidak dituntut untuk menggunakan ide yang
terkandung di dalam apa yang ia ketahui. Namun jika seseorang telah sampai pada
tingkat pemahaman, maka ia dituntut untuk mengetahui serta menggunakan ide yang
terkandung di dalam apa yang ia komunikasikan.
Pemahaman memiliki peran
penting dalam keberhasilan belajar seseorang. Karena dari hasil belajar yang ia
peroleh, maka akan diketahui seberapa besar tingkat pemahaman seseorang (siswa)
tersebut. Imam Syafi’I juga menjelaskan bahwa ada enam faktor dominan yang menunjang
hasil belajar.Sebagaimana Imam Syafi’i berkata, seperti yang tercantum pada
kitab Ta’lim Muta’allim:
Wahai saudaraku, kalian tidak akan meraih ilmu kecuali dengan enam hal yang saya jelaskan kepadamu secara terperinci: kecerdasan, sungguh-sungguh, tekun, perlu bekal, petunjuk guru, dan panjang waktunya.”
Selain itu, di dalam sumber
ajaran Islam juga disebutkan isyarat keberhasilan dalam belajar:
1. Mengukur keberhasilan
belajar dari segi penguasaan pengetahuan kognitif. Sebagaimana yang terdapat
dalam surah al-Baqarah ayat 30-32:
Artinya:
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
2. Mengukur keberhasilan
belajar dari segi ranah afektif. Sebagaimana firman Allah surah al-A’raf ayat
143.Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".”
3. Mengukur keberhasilan
belajar dari segi ranah psikomotorik.
Sebagaimana firman Allah
surah al-Qamar ayat 12-14.Artinya:
Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemu- lah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).”
4. Kemampuan spiritual.
Sebagaimana firman Allah surah Yusuf ayat 23. Artinya:
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
5. Kemampuan mengendalikan
emosi yang negatif. Sebagaimana firman Allah surah Shad ayat 41-42.Artinya:
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan. (Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum".
6. Kemampuan menumbuhkan
kepedulian dan kepekaan untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang universal.
7. Kemampuan menumbuhkan rasa
empati, kepekaan dan kepedulian sosial untuk membantu sesama saudaranya dalam
berbagai keadaan senang maupun susah.
8. Kemampuan dan ketinggian
spiritual.
Isyarat-isyarat keberhasilan
belajar yang sesuai dengan sumber ajaran agama islam tersebut, seluruhnya dapat
diraih apabila seseorang (siswa) telah memiliki pemahaman dari hal yang telah
ia komunikasikan (pelajari).
Dari pengertian dan
penjelasan mengenai internalisasi dan pemahaman di atas, maka bisa kita ambil
kesimpulan yang sederhana, bahwa yang dimaksud dengan Internalisasi
Pemahaman adalah suatu proses penghayatan, pendalaman, penguasaan
secara mendalam terhadap suatu materi pembelajaran terkait demi tercapainya
hasil belajar yang diinginkan.
Rujukan:
- Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif: Perkembangan Ragam Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012).
- Usman Zaki el Tanto, Islamic Learning: 10 Rahasia Sukses Belajar Mengajar Muslim, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012).
- Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’allim. Diterjemahkan oleh Imam Nashiruddin, (Magelang: Menara Kudus. 1963.
- Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011).