Jejak Pendidikan- Perluasaan makna dari kata
pesantren menjadi lembaga pendidikan Menurut Sudjoko Prasojo bahwa
“pesantren” adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya
dengan cara non-klasikal, dimana seorang kyai mengajar ilmu agama Islamkepada
santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh para
ulama-ulama Arab pada abad pertengahan, para santri biasanya tinggal di pondok.
Menurut H.M Arifin juga menjelaskan
bahwa, pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh, serta
diakui oleh masyarakat setempat, dengan sistem asrama, dimana santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian yang sepenuhnya di bawah kedaulatan
dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas
yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut,
secara sederhana dapat diambil pengertian bahwa “pesantren” merupaka cikal
bakal dari sebuah asrama kecil kemudian menjadi lembaga besar yang berfungsi
sebagai institusi pendidikan agama Islam dan diakui oleh masyarakat sekitar.
Berdirinya pesantren diungkapkan oleh
Fachry Ali, pada mulanya adalah sebagai lembaga pendidikan umat Islam pedesaan
yang berfungsi untuk konservasi tradisi keagamaan yang diajarkan oleh umat
Islam tradisionalis. Pesantren di awal perkembangannya sebagai lembaga pendidikan
milik umat Islam yang keberadaannya masih status quo, karenaorientasi misinya mempertahankan
paham tradisionalisme Islam, serta untuk mengurangi penetrasi gerakan
modernisme Islam di pedesaan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan di
pesantren pada mulanya memiliki keunikan tersendiri dibanding sistem pendidikan
di lembaga pendidikan lain. Sistem pendidikan di pesantren tersebut
sebagaimanadijelaskan oleh Abdul Mujab dan Jusuf Mudzakkir dapat digambarkan
sebagai berikut :
- Menggunakan sistem pendidikan tradisional, dengan ciri adanya kebebasan penuh dalam proses pembelajarannya, terjadi hubungan interaktif antara kyai dan santri.
- Pola kehidupan di pesantren menonjolkan semangat demokrasi dalam praktik memecahkan masalah-masalah internal non-kurikuler.
- Peserta didik (para santri) dalam menempuh pendidikan di pesantren tidak berorientasi semata-mata mencari ijazah dan gelar, sebagaimana sistem pendidikan di sekolah formal.
- Kultur pendidikan diarahkan untuk membangun dan membekali para santri agar hidup sederhana, memiliki idealisme, persaudaraan, persamaan, percaya diri, kebersamaan, dan memiliki untuk siap hidup di masa depan.
- Dalam sejarahnya, alumni pada umumnya tidak bercita-cita untuk menjadi atau menguasai kedudukan (jabatan) di pemerintahan, karena itu mereka juga sulit untuk bisa dikuasai oleh pemerintah.