Advertisement
Jejak Pendidikan- Ketika
an-Nawawi telah mencapai umur 19 Tahun, beliau dibawa ayahnya untuk menuntut
ilmu di Damsyiq dan tinggal di madrasah al-Rawahiyyah atas tanggungan
madrasah itu sendiri pada tahn 649 H. Madrasah ini didirikan oleh Zakiyuddin
Abu Qasim Hibatullah bin Muhammad al-Anshariy yang terkenal dengan nama Ibnu
Rawahah. Ibnu Rawahah adalah seorang pedagang yang kaya raya dan wafat pada
tahun 622 H.
Saat di
madrasah itulah beliau memulai mendalami ilmu-ilmu keislaman dan menghafalkan
kitab al-Tanbih dalam tempo empat setengah bulan dan belajar al-Muhadzab
karangan al-Syirazy dalam tempo sisanya pada tahun itu dari gurunya al-Kamal
Ishaq bin Ahmad bin Usman al-Maghribi al-Maqdisi yang merupakan guru pertamanya
dalam ilmu fiqh. Sang guru menaruh perhatian besar pada muridnya yang satu ini
dan merasa kagum atas ketekunannya dalam belajar dan ketidaksukaannya bergaul
dengan orang-orang.
Sang guru
sangat mencintai an-Nawawi sehingga menjadikannya sebagai pengulang
pelajaran bagi sebagian besar jama’ah Para guru-guru an-Nawawi adalah guru
besar Abd Aziz bin Muhammad al-Anshory, Zainuddin bin Abd al-Daim, Imaduddin
bin Abd al-Karim al-Harastany, Zainuddin Abu al-Baqa’ Khalid bin Yusuf
al-Maqdisiy, al-Nabalusiy, dan Jamal al-Din Ibn Ibn al-Shairafiy, Taqiyyudin
bin Abu al-Yusri, Syamsuddin bin Abu Umar dan generasi mereka. Al-Nawawi
belajar Fiqh Hadits dari Syaikh al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa al-Muradi
al-Andalusiy. Kemudian belajar Fiqh dari al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin Ustman
al-Maghribi al-Maqdisiy, Syamsudsin Abdurrahman bin Nuh dan Izzudin al-Arbiliy
serta lain-lainya.
An-Nawawi
termasuk salah satu dari beberapa ahli hadits muta’akhirin. Beliau
menerima periwayatan hadits dari Abd al-Aziz ibn Muhammad ibn al-Muhsin
al-Anshariy, Abu Ishaq Ibrahim ibn Umar al-Zain Khaalid ibn Yusuf ibn Sa’ad,
Ahmad ibn ‘Abd al-Dim, al-Kamal ‘Abd al-Aziz ibn ‘Abd ibn al-Mun’im.
Setiap
harinya an-Nawawi membaca sekitar 11 pelajaran dari guru-gurunya sebagai syarat
dan tashih (pengesahan), diantaranya kitab al-Wastih, al-Muhadzdzab oleh
al-Syiraziy, al-Jam’u baina al-Sahthain oleh al-Humaidi, pelajaran
mengenai Shahih Muslim, mengenai al-Luma’ oleh Ibnu Jana,
mengenai Ishlah al-Manthiq oleh Ibnu Sikkit, tentang Tashrif, Ushul
Fiqh, Ushul al-Din. Seluruh waktunya di manfaatkan untuk menuntut ilmu,
bahkan disaat perjalanan beliau tetap sibuk mengulang hafalan dan bacaannya.
Beliau melakukan mujahadah dan mengamalkan ilmunya dengan kewara’an serta
membersihkan jiwa dari perbuatan buruk.
Rujukan:
Endang Soetari,
ilmu Hadits Kajian Riwayat dan Dirayah, Cet Ke-4, (Bandung: Mimbar
Pustaka, 2005).