Advertisement
Jejak Pendidikan- Berikut deskripsi temuan kompetensi kepribadian guru menurut An-Nawawi dan
mengintegrasikan temuan peneliti kedalam teori pegetahuan yang sudah ada,
dilakukan dengan menjelaskan temuan-temuan tersebut dalam konteks yang lebih
luas.
Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan
tentang kompetensi kepribadian guru yang terdapat dalam kitab at-tibyan fi
adabi hamalah al-Qur’an. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan
Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Hal ini menunjukan bahwa adanya kesesuaian
antara standar nasional yang telah ditetapkan dengan kompetensi kepribadian
guru menurut An-Nawawi. Berikut akan dipaparkan mengenai kesesuaian dalam
standar nasional yang telah ditetapkan dengan kompetensi kepribadian guru
menurut An-Nawawi
1. Mantab, stabil, dan dewasa.
Memiliki kepribadian yang mantab dan stabil,
yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Memiliki
kepribadian dewasa dengan ciri-ciri, menampilkan kemandirian dalam bertindak
sebagai pendidik yag memiliki etos kerja. Mantab dalam bertindak, stabil dalam
mengendalikan emosi atau perasaan, dewasa dengan kata lain dapat memikul
tanggung jawab.
Yang diungkapkan oleh An-Nawawi seorang guru
harus memiliki pribadi sebagai berikut:
Guru harus memiliki niat yang tulus, ikhlas,
dan mencari ridha Allah semata. Dengan meniatkan diri hanya kepada Allah,
berarti guru tersebut sudah mantab akan hatinya. Mantab dalam meniatkan diri
kepada Allah dan menyerahkan diri kepada Allah. Guru yang memiliki pribadi yang
ikhlas akan mendidik muridnya dengan kerja keras dan akan menghasilkan sikap
yang mantap dan dewasa. Menurut Kiyai Hj Maemun Zubair,
Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti akan hanya membuat kamu marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang, yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak menjadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah. Doakan terus menerus agar muridmu mendapat hidayah.
Menurut penjelasan tersebut, seorang guru
seharusnya memantabkan niat mengajar dengan ikhlas, ketika sudah ikhlas dalam
mengajar ketika dihadapi masalah seperti itu guru akan menerima dengan lapang
dada. Sehingga guru tersebut telah menunjukan sikap yang mantap akan niatnya
yang ikhlas dalam mengajar. sikap stabil ketika menghadapi masalah yang rumit
dan bersikap dewasa dalam menyikapinya.
Menurut Ibnu Sahnun, Ikhlas berarti boleh
menerima gaji asalkan tidak sebagai tujuan utama dalam mengajar. Sedangkan
bertanggung jawab adalah konsisten dengan tanggung jawab profesinya, tidak
meninggalkan peserta didik atau jam pelajaran demi kepentingan pribadi, serta
bertanggung jawab dalam hal akhlak peserta didik.
2. Arif dan berwibawa
Memiliki kepribadian arif, yang ditunjukan
dengan tindakan yang bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat
serta menunjukan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Guru bukan hanya
menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang saleh
yang dapat mempengaruhi pikiran generasi muda. Seorang guru tidak boleh sombong
dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru
yang lainya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya.
Dalam standar Nasional dijelaskan bahwa
seharusnya seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena tidak merasa
paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya. Menurut An-Nawawi,
hendaknya guru menghindari untuk tidak bermaksud memaksakan banyaknya orang
yang belajar dan datang kepadanya serta tidak membenci murid-muridnya yang
belajar kepada orang lain yang dapat memberi manfaat kepada mereka.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada kesesuain
menurut pandangan An-Nawawi dalam kitab at-tibyan fi adabi hamalah al-Qur’an
dengan kualifikasi kompetensi kepribadian guru menurut standar Nasional.
Telah dijelaskan bahwasannya seorang guru sebaiknya menghindari sifat sombong
karena memiliki ilmu yang tinggi dan memiliki banyak murid. Serta tidak
menganggap remeh jika muridnya berguru kepada guru lain.
3. Menjadi teladan
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik
dan semua orang yang beranggapan dia sebagai guru. Pribadi guru sangat berperan
dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia
merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadinya. Menurut pandangan An-Nawawi:
- Pada poin ke enam menurut An-Nawawi seorang guru hendaknya menasihati muridnya. Rasulullah telah bersabda bahwa ‘agama itu nasihat’, nasihat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan bagi kaum muslimin pada umunya. Hendaknya guru menasihati muridnya untuk menjadikan muridnya menjadi pribadi yang baik, dan juga tugas seorang guru bukan hanya mengajar di kelas, akan tetapi guru harus memberikan petuah-petuah yang baik. Untuk menunjukan petuah-petuah yang baik dengan cara menasihati dan juga memberikan contoh atau tauladan dalam perilaku sehari-hari. Dalam standar nasional yang ditetapkan oleh undang-undang menyatakan bahwa seseorang guru harus bersifat tauladan. Terdapat kesesuaian dengan pendapat An-Nawawi. Akan tetapi An-Nawawi mengutarakan dengan cara menasihati muridnya agar menjadi pribadi yang lebih baik.
- Pada poin ke delapan juga telah dipaparkan, bahwa seorang guru hendaknya mendidik muriidnya dengan adab-adab mulia secara bertahap dan mengajarinya untuk berperilaku yang diridhai oleh Allah. Guru mendidik muridnya untuk berperilaku yang diridhai oleh Allah, melatih dirinya melakukan amalan secara sembunyi-sembuyi, membiasakan mempertahankan amalan-amalannya yang tampak ataupun tidak, memotivasinya agar ucapan dan perbuatan sehari-hari selalu disertai keikhlasan dan kejujuran, niat yang lurus, serta merasa selalu diawasi oleh Allah.
Dapat disimpulkan bahwa seorang guru mendidik
murid nya untuk memiliki adab yang mulia, maka seorang guru terlebih dahulu
harus memiliki sifat tersebut dalam perilaku sehari-hari. Sikap tauladan dapat
dicerminkan ketika mendidik murid untuk menanamkan pribadi yang baik dan dalam
perilaku yang dicontohkan oleh guru.
4. Berakhlak mulia,
Pendidikan Nasional yang bermutu diarahkan
untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah
seorang penasihat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Dengan berakhlak
mulia, guru dalam keadaan bagaimanapun harus memiliki sifat istiqomah dan tidak
tergoyangkan. Guru yang berakhlak mulia akan menjadi panutan bagi siswa dalam
menghadapi situasi apapun.
Menurut paparan An-Nawawi dalam kitab at-tibyan
fi adabi hamalah al-qur’an, yaitu sebagai berikut:
- Guru seyogyanya menghiasi diri dengan kebaikan-kebaikan (akhlak) yang dituntunkan oleh syari’at. Sikap dan sifat terpuji lagi di ridhai oleh Allah baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sifat terpuji yang diridhai oleh Allah seperti: zuhud terhadap dunia dan hanya mengambil sedikit saja darinya; tidak ambil pusing terhadap dunia dan para pencintanya; dermawan lagi berakhlak mulia; menampakan kegembiraan tanpa melampaui batas kesopanan, kebijaksanaan, dan kesabaran; besar hati terhadap rendahnya pendapatan dengan membiasakan sikap wara’; khusuk, tenang, rendah hati, serta tunduk, tidak banyak tertawa dan bercanda. Membiasakan pengamalan syariat, seperti kebersihan dengan menghilangkan kotoran dan rambut-rambut yang diperintahkan syariat untuk menghilangkan bau tak sedap, ataupun dengan tidak mengenakan pakaian yang dibenci syari’at.
- Pada poin ketujuh hasil penelitian telah dipaparkan menurut An-Nawawi: Seharusnya jangan mengagungkan diri bagi seorang mualim, akan tetapi bersikaplah lemah lembut dan tawadhu’. Tawadhu’ adalah akhlak terpuji yang akan menambah kehormatan dan wibawa pada miliknya, dan sikap tawadhu’ perlu dimiliki oleh sorang guru. Ayub As-Syakhtiyani berkata: “Hendaknya soerang yang berilmu menaburkan tanah di atas kepalanya sebagai bentuk tawadu” Berakhlak mulia merupakan hal yang harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut Ibnu Sahnun berakhlak mulia bagi guru agama Islam yakni mampu berperilaku sesuai dengan prinsip agama Islam, dan untuk itu maka sebelumnya ia harus mampu menguasai pedoman umat Islam (Al-Qur’an), memahami, mengaktualisasi, dan mengajarkannya kepada peserta didik.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa
adanya kesesuaian dengan pendapat An-Nawawi dalam kitab at-tibyan fi adabi
hamalah al-Qur’an. Kitab at-tibyan fi adabi hamalah al-Qur’an pada
hakikatnya di khususkan bagi penghafal Al-Qur’an dan pengajarnya. Akan tetapi,
sesungguhnya adab-adab yang dibahas dalam kitab at-tibyan fi adabi hamalah
al-Qur’an diperuntukan bagi semua seorang pengajar bukan hanya pengajar
Al-Qur’an.
Ada beberapa yang dipaparkan oleh An-Nawawi
dalam kitab at-tibyan fi adabi hamalah al-Qur’an dan dapat ditarik teori
baru bahwa seorang guru harus meniatkan hanya untuk mencari ridha Allah, tidak meniatkan
untuk memperoleh kenikmatan dunia, tidak memaksakan banyaknya orang yang
belajar dan membenci muridnya yang belajar kepada orang lain, seharusnya
bersikap baik terhadap orang yang belajar padanya, hendaknya menasihati
muridnya dengan hal-hal baik, tidak mengagungkan diri bagi seorang mualim dan
bersikap lemah lembut serta tawadu’.