Jejak Pendidikan- Kepribadian erat kaitannya dengan
sifat-sifat dan akhlak yang dimiliki oleh seorang guru. Aar guru berhasil
melaksanakan tugasnya, al-Ghazali menyarankan guru memiliki akhlak yang baik.
Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh
yang harus selalu diikuti.
Kepribadian yang sesungguhnya
adalah abstrak (maknawi), sukar diketahui secara nyata. Dapat diketahuai
yaitu penammpilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya
dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi
berbagai persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun berat.
Baca Juga (kompetensi kepribadian guru menurut uu)
Kompetensi kepribadian sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik.
Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya
manusia (SDM), serta mensejahterakkan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa
pada umumnya. Berangkat dari hal tersebut maka sebelum membangun kepribadian
anak, maka seorang guru juga harus mempunyai kepribadian yang baik. Menurut
Kiyai Hj Maemun Zubair:
Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti akan hanya membuat kamu marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang, yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak menjadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah. Doakan terus menerus agar muridmu mendapat hidayah.
Dari uraian tersebut, maka dapat
dirumuskan ruang lingkup kompetensi kepribadian guru dalam pendidikan
Islam, sebagaimana yang dijelaskan Muhaiman dalam dimensi personal atau
kepribadian menyatakan bahwa seorang guru harus meneladani Rasulullah, dalam
arti tujuan, tingkah laku, dan pola pikrnya bersifat Rabbani, ikhlas dalam
bekerja atau bekerja karena mencari ridho Allah Swt, menjaga harga diri dan
kehormatan, menjadi teladan bagi para peserta didiknya, menerapkan ilmunya
dalam bentuk perbuatan, sabar dalam mengajarkan ilmunya kepada peserta didik
dan tidak mau meremehkan mata pelajaran lainnya.
Karena pentingnya masalah ini, para
ulama terdorong untuk mencurahkan segenap kemampuannya lewat karya-karya mereka
yang menjelaskan berbagai adab atau etika dalam pendidikan Islam.
Seperti Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al-Din, Burhan al-Din
al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim muta’alim, Abu ‘Abdullah Muhammad ibn
Sahnun dalam kitab Risalah Adab al-Mu’alim, al-Khatib al-Baghdadi dalam
kitab al-Faqih wa al-Mufaqqih, Nasir al-Tusi dalam kitab Adab al-Muta’alimin.
1) Menurut Al-Ghazali
Menurut penjelasan sebelumnya bahwa
kompetensi kepribadian berhubungan erat dengan akhlak. Pendidikan akhlak
menurut Al-Ghazali dapat diartikan usaha secara sungguh-sungguh untuk merubah
akhlak buruk ke arah akhlak yang baik dengan jalan mujahadah dan riyadhah. Jelasnya,
pendidik sebagai uswatun hasanah, maka tidak sembarang orang
dapat menjadi guru. Al-Ghazali mensyaratkan untuk orang yang telah mencapai
derajat alim, dalam artian ia telah
mendidik dirinya sendiri, kehidupan
dihiasi dengan akhlak yang mulia, sabar, syukur, ikhlas, tawakal, berlaku benar
dan sebagainya. Serta dapat berperilaku baik kepada peserta didik. Sebagaimana
dikutip oleh Muhaimin menyatakan bahwa, kompetensi personal-religius mencakup:
- kasih sayang terhadap peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri;
- Peneladanan pribadi Rasulullah Saw;
- bersikap objektif;
- Bersikap luwes dan bijaksana dalam menghadapi peserta didik;
- bersedia mengamalkan ilmunya.
Al-Ghazalii dalam kitab Ihya’
Ulumuddin, beliau menuliskan bahwa seornag guru harus memiliki beberapa
kepribadian yaitu:
- Kasih sayang terhadap anak didiknya
- Zuhud (tidak bertujuan semata-mata mencari upah)
- Selalu menasihati, dalam tujuan menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, melainkan mendekatkan diri kepada Allah.
- Mencegah dari perbuatan tercela
- Guru harus arif dan bijak dalam menyampaikan ilmu.
- Menjadi teladan
2) Menurut Moh. ‘Athiyah al-Abrasy
Sedangkan menurut Moh. ‘Athiyah
al-Abrasy guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan
diri, menahan kemarahan, kelapangan hati, banyak bersabar dan jangan pemarah
karena hal-hal kecil. Berpribadi dan mempunyai harga diri, pribadi yang arif,
bijaksana seperti ini sangat perlu dimiliki seorang guru yang menginginkan anak
didiknya memiliki perilaku-perilaku yang baik menurut syari’at.
Selain itu, ‘Athiyah al-Abrasy
mengungkapkan bahwa seorang guru harus memiliki sifat zuhud dengan melaksanakan
tugasnya bukan semata-mata karena materi, tetapi karena mencari keridhaan Allah
Swt. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam
kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela serta hendanya
ikhlas dan tidak riya’ dalam melaksanakan tugasnya.
3) Menurut Ibnu Sahnun
Kompetensi kepribadian guru menurut
Ibnu Sahnun adalah berakhlak mulia, adil, berwibawa, ikhlas, dan tanggung
jawab. Berakhlak mulia bagi guru agama Islam yakni mampu berperilaku sesuai
dengan prinsip agama Islam, dan untuk itu maka sebelumnya ia harus mampu
menguasai pedoman umat Islam (Al-Qur’an), memahami, mengaktualisasi, dan
mengajarkannya kepada peserta didik.
Adil menurut Ibnu Sahnun yaitu
dengan memahami perbedaan peserta didik sehingga mampu berlaku adil dalam
memberi pelajaran maupun hukuman. Wibawa menurut Ibnu Sahnun tidak ditentuukan
keadaan fisik atau materi pendidik, namun dari kesuksesan pendidik
dalam mengajar peserta didiknya, tanpa segan berinteraksi dengan peserta
didiknya.
Ikhlas berarti boleh menerima gaji
asalkan tidak sebagai tujuan utama dalam mengajar. Sedangkan bertanggung jawab
adalah konsisten dengan tanggung jawab profesinya, tidak meninggalkan peserta
didik atau jam pelajaran demi kepentingan pribadi, serta bertanggung jawab
dalam hal akhlak peserta didik.
4) Menurut An-Nahlawi
Sedangkan menurut An-Nahlawi,
beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dalam
meningkatkan kompetensi kepribadian seorang pendidik. Karakteristik yang
dimaksud oleh An-Nahlawi yaitu:
- Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya;
- Bersifat ikhlas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari ridha Allah dan menegakkan kebenaran;
- Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik, sabar dalam menyampaikan pembelajaran kepada para siswa, karena belajar butuh pengulangan, penguasaan metode.;
- Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahui;
- Berlaku adil terhadap peserta didik.
Beberapa yang telah dipaparkan
dapat dipahami bahwa seorang pendidik dalam pendidikan Islam
memiliki posisi yang tinggi dan terhormat. Namun tugas yang mesti di emban
tidaklah mudah. Dengan begitu, pendidik akan mampu menjadi teladan (uswah)
bagi peserta didiknya, sebagaimana yang dilakukan oleh pendidik yang
mulia, yaitu Nabi Muhammad Saw.
5) Menurut KH. Hasyim Asya’ari
Dalam hal ini KH. Hasyim Asya’ari
menerangkan dalam kitabnya adabul al-‘alim wa al-muta’alim. Dapat
disimpulkan dalam kitab adabul al-‘alim wa al-muta’alim tidak hanya
murid yang dituntut untuk beretika. Oleh karena itu KH. Hasyim Asya’ari
mengungkapkan etika yang harus dimiliki oleh seorang guru. Pribadi yang harus
dimiliki oleh seorang guru menurut KH. Hasyim Asya’ari.
- Selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt dalam berbagai situasi dan kondisi.
- Takut (khouf) kepada murka/siksa Allah dalam setiap gerak, diam, perkataan, dan perbuatan.
- Tawadu’
- Tidak menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai sarana mencari tujuan keuntungan duniawi seperti harta benda, kedudukan, pengaruh atau menjatuhkan orang lain.
Rujukan:
- Abdul khalik.dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik & Kontemporer, (Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 1999).
- Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa. 2003).
- Anisatun Nur Laili, Kompetensi Kepribadian Pendidikan Menurut Ibnu Sahnun Dan Implikasinya Terhadap PAI (Tela’ah Kitab Adab Al-Mu’alim Karya Ibnu Sahnun), Pusat Penelitian UIN Yogyakarta, Yogyakarta, 2013.