Jejak Pendidikan- Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan
Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara
rinci sub kompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
- Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
- Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
- Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
- Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Secara rinci kompetensi kepribadian guru dapat
di gambarkan sebagai berikut:
1) Mantab, stabil, dan dewasa
Mantab berarti tetap; kukuh; kuat. Pribadi
mantab berarti memiliki suatu kepribadian yang tidak tergoyahkan agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan bertanggung jawab.
Stabil berarti mantap; kokoh; tidak goyah. Jadi
pribadi stabil merupakan suatu kepribadian yang kokoh. Sedangkan dewasa secara
bahasa sampai umur; akil; balig. Memiliki kepribadian yang mantab dan stabil,
yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Memiliki
kepribadian dewasa dengan ciri-ciri, menampilkan kemandirian dalam bertindak
sebagai pendidik yang memiliki etos kerja. dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki
kepribadian yang mantab, stabil dan dewasa.
Seorang pendidik bukan hanya
melatih manusia untuk hidup, maka karakter guru merupakan hal yang sangat
penting. Itu sebabnya meskipun murid pulang ke rumah meninggalkan sekolah atau
kampus, mereka tetap akan mengenangnya dalam hati dan pikiran mereka, kenangan
tentang kepribadian yang agung di mana mereka pernah berinteraksi dalam masa
tertentu dalam hidup mereka.
Hal ini sangat penting bagi kepribadian guru,
karena banyak faktor kepribadian guru yang kurang stabil, mantab dan kurang
dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan
yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan yang tidak senonoh yang
akan merusak citra seorang guru.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian
adalah rangsangan yang sering memancing emosi. Kestabilan emosi terhadap
rangsangan yang menyinggung perasaan dan memang diakui setiap orang mempunyai
tempramental yang berbeda-beda. Stabilitas dan kematangan emosi guru akan
berkembang sejalan dengan pengalamannya, selama guru tersebut dapat
memanfaatkan pengalamannya.
Guru harus memiliki standar kualitas pribadi
tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Ada tiga
ciri kedewasaan antara lain:
- orang yang telah dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup, yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi pegangan dan pedoman hidupnya.
- orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara objektif, dan tidak banyak dipengaruhi oleh subjektivitas dirinya.
- orang yang telah bisa bertanggung jawab, orang dewasa yang telah memiliki kemerdekaan kebebasan akan tetapi di sisi lain dari kebebasan adalah tanggung jawab.
2) Arif dan Berwibawa
Arif dapat berarti bijaksana; cerdik; pandai;
berilmu; mengetahui. Memiliki kepribadian arif, yang ditunjukan dengan tindakan
yang bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukan
keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Guru bukan hanya menjadi seorang
manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang saleh yang dapat
mempengaruhi pikiran generasi muda.
Seorang guru tidak boleh sombong dengan
ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang
lainya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Dalam firmannya
Allah mengingatkan orang-orang yang berperilaku sombong.
...... kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui. (QS.Yusuf : 76)
Sepintar dan seluasa apa pun pengetahuan
manusia, tidak akan mampu menandingi keluasan ilmu Allah SWT, jangankan
dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, dengan ilmu sesama manusia pun pasti ada
yang lebih tinggi dan luas lagi. Masalahnya, manusia kadang memiliki sifat
sombong.
Dalam pendidikan, mendisplinkan peserta didik
harus dimulai dari pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam hal
ini, disiplin harus ditunjukan untuk membantu peserta didik menemukan diri,
mengatasi, mencegah timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi
yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka menaati segala
peraturan yang telah ditetapkan.
Kemudian yang dimaksud berwibawa berarti
mempunyai wibawa (disegani dan dipatuhi). Kinerja seorang pendidik akan lebih
efektif apabila didukung dengan penampilan kualitas kewibawaan. Secara umum
kewibawaan pada seseorang dapat membuat pihak lain menjadi tertarik, bersifat
mempercayai, menghormati, dan menghargai.
3) Menjadi teladan
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik
dan semua orang yang beranggapan dia sebagai guru. Pribadi guru sangat berperan
dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia
merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadinya. Secara teoritis,
menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi
guru berarti menerima tanggung jawab menjadi teladan.
Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan
pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya
secara konstrutif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Sebagai
teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan
peserta didik serta orang di sekitar lingkunganya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu
mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru. Sikap dasar: postur
psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting, seperti
keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia,
agama, pekerjaan, permainan dan diri. Beberapa diantaranya yaitu:
- Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berfikir.
- Kebiasaan bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
- Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
- Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakan ekspresi seluruh kepribadian.
- Hubungan kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
- Proses berfikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
- Perilaku neurotis: suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.
- Selera: pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.
- Keputusan: keterampilan rasional dan intutid yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
- Kesehatan: kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, presperktif, sikap tenang, antusias, dan semangat hidup.
- Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.
Uraian diatas untuk menegaskan berbagai cara
pada contoh-contoh yang diekspresikan oleh guru sendiri dalam menjalankan
pekerjaannya sehari-hari.
Secara teoritis, menjadi tauladan merupakan
bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima
tanggungjawab untuk menjadi tauladan.
Rasulullah SAW adalah tauladan utama bagi kaum
muslimin. Beliau teladan dalam keberanian, konsisten dalam kebenaran, pemaaf,
rendah hati dalam pergaulan dengan tetangga, sahabat, dan keluarganya. Demikian
pendidik harus meneladani Rasulullah SAW.
Dalam syair Arab disebutkan,
Perbuatan satu orang dihadapan seribu orang lebih baik dibanding perkataan seribu orang dihadapan satu orang (Fi’lu rajulin di alfi rajulin khairun min qauli alfi rajulin fi rajulin).”
Betapa kita membutuhkan pendidik yang shaleh
dalam akhlak, perbuatan,sifat, yang dapat dilihat oleh muridnya sebagai contoh.
Seperti sebuah perumpamaan,
Para murid bisa lupa perkataan pendidik, tetapi mereka tidak akan pernah melupakan sikap dan perbuatannya.”
4) Berakhlak mulia
Arahan pendidikan nasional ini hanya mungkin
terwujud jika guru memiliki akhlak mulia. Siswa terbentuk menjadi siswa yang
berakhlak mulia karena guru, sebab guru menjadi cerminan bagi setiap muridnya.
Pendidikan Nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Menurut Husain dan Ashraf, “Dalam dunia
kontemporer saat ini perhatian lebih ditunjukan pada bangunan, peralatan,
perlengkapan, dan materim dibandingkan kepribadian dan karakter guru”. Sebuah
kritik yang telah diutarakan perlu dijadikan perbincangan hangat bagi setiap
manajemen lembaga pendidikan dan fakultas pencetak calon guru.
Esensi pembelajaran adalah perubahan perilaku,
guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah menjadi
manusia baik. Pribadi guru harus baik karena inti dari pendidikan adalah
perubahan periaku, sebagaimana makna pendidikan adalah proses pembebasan
peserta didik dari ketidakmampuan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari
buruknya hati, akhlak, dan keimanan.
Garder dan Cowell menyatakan, “Satu
karakteristik sekolah yang baik ialah bahwa kondisi moral gurunya tinggi.
Kondisi moral tinggi berarti guru mempunyai rasa percaya diri dan antusiasme.
Percaya diri berarti bahwa guru mengetahui ia dapat bekerja baik. Antusiasme
berarti bahwa guru sungguh-sungguh ingin bekerja baik”.
Mengapa guru harus seorang yang berakhlak mulia
atau berkarakter baik? Karena diantara tugas yang amat pokok seorang guru ialah
memperkukuh daya positif yang dimiliki siswa agar mencapai tingkatan manusia
yang seimbang atau harmonis (al-adalat) sehingga perbuatanya mencapai tingkat
perbuatan ketuhanan (af’al ilahiyyat) —istilah Ibn Miskawaih.
Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah
seorang penasihat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Dengan berakhlak
mulia, guru dalam keadaan bagaimanapun harus memiliki sifat istiqamah dan tidak
tergoyahkan. Guru yang berakhlak mulia akan menjadi panutan bagi siswa dalam
menghadapi berbagai situasi apapun.
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi
dengan akhlak mulia, tentu tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi
memerlukan ijtihad yang mujahadah, yakni usaha sungguh-sungguh, kerja keras,
tanpa mengenal lelah dengan niat ibadah tentunya. Melalui guru yang
demikianlah, berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa.
5) Mengevaluasi kinerja sendiri
Pengalaman adalah guru terbaik (experience is
the best teacher), demikian dalam pepatah tersebut mengatkan pengalaman
mengajar merupakan modal besar guru unruk meningkatkan mengajar di kelas.
Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru unruk memahami karakter
anak-anak, dan bagamana cara terbaik untuk menghadapi keragaan tersebut. Guru
jadi tahu metode apa yang terbaik bagi mata pelajaran apa, karena telah mencoba
berkali-kali.
Pengalaman bisa berguna bagi guru jika ia
senantiasa melakukan evaluasi pada setiap selesai pengajarannya. Tujuan
evaluasi kinerja diri adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran di masa mendatang.
Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya:
Hal pertama yang harus anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena matannya melihatmu. Kebaikan baginya asalah apa yang lakukan, dan keburukan adalah apa yang tinggalkan.”
Guru dapat mengetahui mutu pengajarannya dari
respos atau umpan balik yang diberikan para siswa saar pembelajaran berlangsung
atau setelahnya, baik di dalam kelas mupun luar kelas. Guru dapat menggunakan
umpan balik tersebut sebagai bahan evaluasi kinerjanya. Serta merta guru siap
menerima saran dari kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan,
termasuk dari para siswa.
6) Mengembangkan diri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajar yang baik atau pembelajar mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut imu. Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang peofesinya sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Rujukan:
- BSNP, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta, 2006).
- E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).
- Sukmadinati, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005).
- Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).