Jejak Pendidikan- Setelah dipaparkan mengenai kompetensi
kepribadian menurut An-Nawawi, dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus
memiliki beberapa kompetensi kepribadian. Kemudian implikasinya terhadap
pendidikan Islam. Implikasinya dapat berdampak dalam diri pendidik sendiri dan
juga peserta didik. Dalam diri pendidik sendiri, akan terbentuknya sikap dan
sifat yang menghargai posisinya sebagai pendidik dan jika peserta didik sudah
memiliki kompetensi kepribadian guru maka akan mencontohkan kepada muridnya.
Kompetensi kepribadian menurut An-Nawawi dapat dikerucutkan menjadi beberapa
pokok, yaitu:
a. Semata-mata ridha kepada Allah tanpa
mengharap apapun (Lillahi Ta’ala)
Implikasinya terhadap pendidikan Islam
dapat berdampak dalam diri pendidik sendiri dan juga peserta didik seperti yang
dipaparkan oleh An-Nawawi bahwa seorang guru harus meniatkan diri hanya kepada
Allah semata sehingga seorang pendidik tidak mengharapkan apapun.
Hal ini menjelaskan bahwa dengan
meniatkan diri hanya kepada Allah dan tidak mengutamakan hasil duniawi
menjadikan seseorang dapat ikhlas dalam mengajar. Seperti firman-Nya:
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu.”(QS Al-Insan: 9)
Dengan menanamkan sikap ikhlas dan tidak
mengharap apapun akan membentuk pribadi seorang guru sesuai dengan kompetensi
kepribadian. Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa tidak semuanya diberikan
semata-mata karena upah, akan tetapi karena Allah. Seorang guru dapat
menjalankan tugasnya dengan baik tanpa menomorsatukan upah, dan dapat fokus
dalam mentransfer ilmu pada muridnya.
Orang yang senantiasa mengharapkan ridha
Allah, maka ia akan bahagia dan diberkahi dalam hidupnya, baik di dunia maupun
akhirat. Sebaliknya, orang yang tidak mengharap ridha Allah berarti ia tidak
akan bahagia dan tidak diberkahi hidupnya, dunia apalagi di akhirat. Dengan
mengharapkan ridha Allah dan tidak meniatkan mengharap apapun akan berdampak
positif bagi pendidik. Oleh sebab itu An-Nawawi memiliki kriteria yang mengenai
kompetensi kepribadian dan harus tertanam dalam jiwa seorang guru.
b. Berakhlak mulia (tidak sombong, rendah
hati)
Akhlak seorang pendidik adalah hal yang
paling penting daripada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena dengan akhlak
seorang pendidik akan diteladani dan ditiru oleh peserta didik, baik secara
langsung maupun tidak langsung, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Selayaknya para pendidik dan pengajar
meniti jalan guru besar Rasulullah Saw dalam menghiasi diri dengan akhlak mulia
dan adab tinggi yang merupakan media paling sukses dalam mendidik. Apabila
seorang pendidik berakhlak mulia akan memberikan pengaruh positif terhadap
siswanya, serta akan memberikan reaksi di dalam jiwanya.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh
An-Nawawi, ketika proses pembelajaran, guru senantiasa menunjukan pribadinya
dengan tidak sombong akan ilmu yang dimilikinya dan juga bersikap rendah hati
kepada muridnya. Terlebih lagi jika bersikap sombong ketika guru tidak menyukai
jika muridnya berguru kepada guru lain. Hal ini merupakan bagian yang harus
dihindari oleh seorang guru. Oleh sebab itu, hal demikian itu termasuk akhlak
tercela yang harus dihindari oleh guru dan guru harus menjaga kode etik seorang
guru dengan tidak melemahkan ilmu yang ia ajarkan kepada muridnya.
Guru harus menjadi contoh dan teladan,
dalam arti sebagai seorang guru dituntut melalui perkataan dan perbuatan
menjadikan dirinya pola panutan dan acuan orang-orang yang di pimpinnya. Nabi
Muhammad adalah guru seluruh umat manusia sehingga Allah memberikan sifat yang
mulia bagi Beliau. Dan sifat ini di abadikan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman
dalam kitab-Nya:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang bagimu yaitu mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. Al-Ahzab : 21)
Terdapat pula dalam sebuah hadist:
Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan dari pada akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Dalam hal ini bukan hanya akan berdampak
kepada guru, akan tetapi siswa juga. Guru harus mampu mendorong orang-orang
yang berada dalam bimbingannya sanggup bertanggung jawab, guru harus memegang
teguh prinsipnya dan merealisasikannya dalam perbuatan yang akan di contoh oleh
muridnya kelak.
Jika kita amati kenyataannya pada masa
kini bahwa rusaknya moral peserta didik, kenakalan remaja yang merajalela,
tindak kriminal, dan sebagainya. Berbagai kasus tersebut terjadi bukan murni
kesalahan siswa tersebut, akan tetapi guru terlibat dan menjadi pihak yang
disalahkan karena dianggap tidak becus dalam mendidik. Jika saja guru
menanamkan akhlak terpuji pada diri sendiri dan peserta didik, hal ini akan
meminimalisir terjadinya kenakalan remaja yang sedang merajalela.
Kompetensi kepribadian yang dikemukakan
oleh An-Nawawi dapat menjadi pegangan bagi guru untuk masa kini hingga
kedepannya. Kompetensi kepribadian harus dijunjung tinggi dalam dunia
pendidikan serta implikasinya dalam dunia pendidikan Islam akan berdampak bagi
pendidik dan juga peserta didik. Hal ini, dikarenakan akhlak baik adalah
perangai yang bekerja seperti sihir di dalam memikat hati, menarik jiwa, dan
menebar rasa cinta di antara pribadi masyarakat, dan para pengajar adalah orang
yang paling utama untuk hal ini.
c. Memperlakukan murid dengan baik
(menasihati, mendidik dengan adab mulia)
Guru hendaknya memperlakukan murid dengan
baik serta menasihati dan mendidik dengan adab yang mulia. Implikasi terhadap
pendidikan Islam akan berdampak kepada pribadi siswa yang baik. Sehingga dapan
mencerminkan akhlak mulia.
Berkenaan dengan ini maka sesuai dengan
istilah tarbiyah yang pada intinya menumbuhkan pemahaman melalui anak itu
sendiri, dan karenanya wajib mengikuti cara-cara yang sesuai dalam
memperlakukan para siswa disertai petunjuk dan arahan guru. Hal ini mempunyai
korelasi dengan kinerja pendidik untuk lebih menyayangi peserta didik seperti
anaknya sendiri serta menasihati. Hal ini, mengandung arti bahwa pendidik
selalu mengajarkan kebaikan kepada peserta didiknya dengan perkataan dan
perbuatan yang baik dan benar. Selain itu pendidik juga mempunyai jiwa
pengabdian, dengan menerapkan sikap tawadu’ untuk selalu mengajarkan ilmu
kepada peserta didik. Sebab pendidik harus mengedepankan sikap moderat dalam
mengajar ilmunya tanpa condong terhadap salah satu aliran ataupun madzhab.
Dengan pemahaman seperti itu jiwa pendidik timbul dalam setiap proses belajar
mengajar.
Bagaimanapun juga, dengan sikap guru
berlaku baik kepada peserta didik dengan menanamkan akhlak mulia maupun
menasihati muridnya seorang guru memiliki andil dalam mengukir kepribadian
siswanya. Bagi guru yang memiliki kesungguhan dalam mendidik, mengarahkan, dan
membimbing anak didiknya.
Potensi guru dalam mengukir kepribadian
siswa akan sangat besar dampaknya, karena bagaimanapun juga seorang murid akan
memandang guru sebagai sosok teladan yang baik dalam kehidupan.
d. Bersemangat dalam mengajar
Jika guru sudah menanamkan pribadi dengan
mangutamakan ridha kepada Allah, berakhlak mulia dan memperlakukan murid dengan
baik seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maka guru akan sendiri memiliki
rasa semangat tinggi untuk mengajar.
Jika diaplikasikan dalam dunia pendidikan
Islam maka akan berdampak dalam meningkatkan kompetensi guru. Bukan hanya
kompetensi kepribadian guru, akan tetapi jika guru memiliki rasa bersemangat
dalam mengajar akan meningkatkan kompetensi profesional, sosial maupun
pedagogik.
Kasus yang belakangan ini terjadi dalam
dunia pendidik, ketika benyak guru yang sudah lupa akan tanggung jawabnya.
Ketika waktu jam pelajaran guru masuk ke kelas hanya memberi tugas lalu
meninggalkan kelas. Sering kali terjadi hal seperti itu, karena tidak ada
semangat dalam diri guru.
Jika guru menanamkan diri hanya untuk
mencari ridha Allah, guru akan melaksanakan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.
Tidak mengharapkan duniawi, seorang guru akan ikhlas dalam mengajar dalam
keadaan apapun. Kasus lain, ketika guru hanya mengharap duniawi dari hasil
mengajar, akan tetapi guru tidak meningkatkan kinerja dalam mengajar.