Jejak Pendidikan- Perkembangan kreativitas merupakan salah satu bagian dari aspek perkembangan kognitif. Oleh sebab itu, tahap-tahap perkembangan kreativitas anak usia dini dapat ditinjau melalui tahap-tahap perkembangan kognitif berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Jean Peaget.
Jean Peaget (Sujiono, 2007:155) menjelaskan perkembangan kognitif secara khusus pada dua tahap perkembangan sesuai dengan cakupan anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui panca inderanya yang dimulai dari gerakan reflek seperti menghisap, menggenggam, melihat, melempar hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat menggunakan suatu benda dengan tujuan berbeda.
2. Tahap Praoprasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara baik. Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase berpikir:
- Berpikir secara simbolik yaitu kemampuan berpikir tentang objek atau peristiwa secara abstrak. Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada dihadapannya. Kemampuan berpikir simbolik, ditambah dengan kemampuan bahasa dan fantasi sehingga anak mempunyai dimensi baru dalam bermain.
- Berpikir secara egosentris, anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri, menilai benar atau tidak berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.
- Berpikir secara intuitif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu (menggambar atau menyusun balok) tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa melakukan hal tersebut.
Berdasarkan gambaran umum teori perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget, dapat diuraikan bahwa pada dasarnya pada usia 2-7 tahun anak telah memiliki potensi kreatif. Potensi kreatif ini berhubungan dengan tahapan awal berpikir simbolik. Dimana pada masa ini anak sudah mampu menggunakan simbol untuk mewakili objek atau peristiwa yang tidak hadir secara nyata dihadapannya. Simbol tersebut digambarkan anak melalui bahasa, gambar, dan permainan khayalan (Fantasi).
Kemampuan berpikir simbolik ini ditandai dengan pemikiran anak yang sangat imajinatif. Melalui imajinasinya itu, anak-anak dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka menjadi sebuah karya yang merupakan hasil dari kreativitasnya sendiri. Contohnya, kertas karton dibuat menjadi baju, plastisin dibentuk menjadi buah, balok disusun menjadi rumah, dan anak menggambar sesuatu yang pernah ia lihat berdasarkan pengalamannya seperti menggambar rumah, gunung, pepohonan, binantang, dan lainnya.
Adanya kemampuan simbolik memungkinkan anak menujukkan kreativitasnya, maka sebagai guru harus menghargai dan mendukung imajinasi anak serta mengajaknya untuk mewujudkan imajinasi tersebut menjadi sebuah karya kreatif yang bermakna bagi anak.