Advertisement
Jejak Pendidikan- Ibn Sina merumuskan kurikulum
didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik. Berikut ini
klasifikasi kurikulumnya berdasarkan perkembangan usia
anak didik:
Usia 3 sampai 5 tahun
Menurut Ibn Sina, diusia ini
perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan,
seni suara, dan kesenian. Olahraga sebagai pendidikan jasmani, Ibn Sina
memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan
psikologinya.
Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang
dimilikinya. Dengan
cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja
di antara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya
saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu dilatih berolahraga
lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana saja yang memerlukan
dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula olahraga yang tergolong
ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sebagainya.
Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi
kehidupan anak didik.
Pelajaran olahraga atau gerak
badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan
fisik anak dan fungsi organ tubuh secara optimal. Hal ini penting
mengingat fisik adalah tempat bagi jiwa atau akal yang harus dirawat agar
tetap sehat dan kuat. Sebagaimana yang terdapat di dalam suatu maqolah
yang berbunyi: “al-‘Aqlu as-Salim fi Jismi
as-Salim”.
Pelajaran olah raga ini memang mendapat perhatian lebih dari Ibn Sina, apalagi jika
dihubungkan dengan keahliannya di bidang ilmu kesehatan atau kedokteran.
Ibn Sina memahami begitu pentingnya pelajaran oleh raga
sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jasmani.
Hal ini diperuntukkan
bagi anak didik yang menekuni ilmu kesehatan atau ilmu kedokteran. Pelajaran budi pekerti diarahkan
untuk membekali anak didik agar memiliki kebiasaan sopan santun
dalam bergaul setiap harinya. Pelajara budi pekerti ini sangat
dibutuhkan dalam rangka membina kepribadian anak didik sehingga jiwanya
menjadi suci, terhindar dari perbuatanperbuata buruk yang dapat mengakibatkan
jiwanya rusak dan sukar
diperbaiki kelak di usia dewasa.
Dengan demikian, Ibn Sina memandang pelajaran akhlak sangat penting
ditanamkan kepada anak sejak usia dini.
Menurut Ibn Sina, pendidikan
akhlak harus dimulai dari keluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara
berkelanjutan sehingga terbentuk karakter atau kepribadian yang
baik bagi anak didik. Pendidikan kebersihan juga
mendapat perhatian dari Ibn Sina.
Pendidikan ini diarahkan agar
anak didik memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga menjadi
salah satu ajaran mulia dalam Islam. Ibn Sina mengatakan, bahwa pelajaran
hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak
makan, sampai ketika hendak tidur kembali.
Dengan cara demikian, dapat
diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana
saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Pendidikan seni suara dan
kesenian diperlukan agar anak didik memiliki ketajaman perasaan dalam
mencintai serta meningkatkan daya khayalnya. Jiwa seni perlu
dimiliki sebagai salah satu upaya untuk memperhalus budi yang pada
gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka keindahan. Dari keempat
pelajaran yang perlu diberikan kepada anak pada usia 3 sampai 5 tahun,
menunjukkan bahwa Ibn Sina telah memandang penting pendidikan pada
usia dini.
Usia 6 sampai 14 tahun
Pelajaran untuk anak usia 6
sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca
dan menghafal al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan
pelajaran olahraga. Pelajaran
al-Qur'an dan pelajaran agama adalah pelajaran
pertama dan yang paling utama diberikan kepada anak yang sudah
mulai berfungsi rasionalitasnya.
Pelajaran membaca dan menghafal
al-Qur'an menurut Ibn Sina berguna di samping untuk mendukung
pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk
mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam seperti
pelajaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran agama
lainnya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an. Selain itu pelajaran
membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam
mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai al-Qur'an berarti ia
telah menguasai ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa al-Qur'an.
Pelajaran keterampilan diperlukan
untuk mempersiapkan anak mampu mencari penghidupannya
kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal dengan
vokasional. Setelah
anak diajarkan membaca al-Qur'an, menghafal
dasar-dasar bahasa, barulah dilihat kepada pekerjaan yang akan dikerjakannya
dan ia dibimbing menuju ke arah
pekerjaan tersebut. Jika anak
ingin menjadi juru tulis maka haruslah ia diajar surat menyurat, pidato,
diskusi, dan perdebatan dan lain-lain lagi.
Pelajaran sya'ir tetap dibutuhkan
di usia ini sebagai lanjutan dari pelajaran seni pada tingkat
sebelumnya. Anak perlu menghafal sya'ir-sya'ir yang mengandung nilai-nilai
pendidikan akan sangat berguna dalam menuntun perilakunya, di samping
petunjuk al-Qur'an dan Sunnah. Pelajaran ini dimulai dengan
menceritakan syair-syair yang menceritakan anak-anak yang glamour, sebab
lebih mudah dihafal dan mudah menceritakannya serta
bait-baitnya lebih pendek. Kemudian Ibn Sina menolak ungkapan "seni
adalah untuk seni", ia berpendapat bahwa seni dalam syair merupakan sarana pendidikan
akhlak.
Pelajaran olah raga harus
disesuaikan dengan tingkat usia ini. Dari sekian banyak olahraga, menurut
Ibn Sina, yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan
mata pelajaran pada usia ini adalah olahraga adu kekuatan, gulat,
meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai
unta.45
Tentu
semua ini berdasarkan
kebutuhan anak didik dan
disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
Berdasarkan pemikiran di atas,
jika pada usia 3 sampai 5 tahun lebih ditekankan pada aspek afektif
atau pendidikan akhlak, maka pada usia 6 sampai 14 tahun telah diberikan
pelajaran yang menyentuh aspek kognitif. Bahkan pada usia ini telah
diajarkan al-Qur’an dengan membaca, menghafal, dan memahami tata
bahasanya. Dengan demikian aspek afektif dan psikomotor sudah banyak
mendapat sentuhan. Hal ini beralasan mengingat pada usia ini, otak
anak didik telah berkembang dan mulai mampu memahami persoalan yang abstrak.
Usia 14 tahun keatas
Pada usia 14 tahun ke atas, Ibn
Sina memandang mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak
didik berbeda dengan usia sebelumnya. Mata pelajaran yang diberikan
pada usia ini sangat banyak jumlahnya.
Namun pelajaran tersebut perlu
dipilih sesuai dengan bakat dan minat anak. Hal ini menunjukkan perlu
adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian,
anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut
dengan baik. Ibn Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilih jenis
pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan
lebih lanjut oleh anak didiknya.
Jadi, pada usia ini anak didik
diarahkan untuk menguasai suatu bidang tertentu (spesialisasi bidang keilmuwan). Mata pelajaran yang dimaksud di
atas dibagi ke dalam mata pelajaran yang bersifat teoritis
dan praktis. Ibn Sina dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles yang juga
membagi ilmu secara teoritis dan praktis. Adapun ilmu-ilmu apada
masing-masing kelompok adalah:
- Ilmu teoritis:
- ilmu tabi’i (mencakup ilmu kedokteran, astrologi, ilmu firasat, ilmu sihir (tilsam) ilmu tafsir mimpi, ilmu niranjiyat, dan ilmu kimia)
- ilmu matematika
- ilmu ketuhanan, disebut paling tinggi (mencakup ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat, berita ghaib, ilham, dan ilmu tentang kekekalan ruh, dan sebagainya).
- Ilmu praktis:
- ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang,
- ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga,
- ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintahan, kota dengan kota, bangsa dan bangsa.
Dari uraian pemikiran Ibn Sina
tentang kurikulum di atas, dapat dipahami bahwa konsep kurikulum
yang ditawarkannya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Dalam penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan aspek psikologi anak. Oleh karena itu mengenal psikologi anak sangat penting dilakukan dalam kajian pendidikan modern mencakup tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan, mengenal bakat minat, serta berbagai persoalan yang dihadapi pada masing-masing tingkat perkembangan. Dengan begitu mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan akan mudah dikuasai oleh anak didik.
- Kurikulum yang diterapkan harus mampu mengembangkan potensi anak secara optimal dan harus seimbang antara jasmani, intelektual, dan akhlaknya.
- Kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina bersifat pragmatis fungsional, yakni melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari sesuai dengan tuntutan masyarakat, atau berorientasi pada pasar (marketing oriented).
- Kurikulum disusun harus berlandaskan kepada ajaran dalam Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga anak didik akan memiliki iman, ilmu, dan amal secara integral.
- Kurikulum yang ditawarkan adalah berbasis akhlak dan bercorak integralistik.
Rujukan:
Abu ‘Ali al-Husin ibn ‘Ali Ibn Sina, Tis’u Rasail (Mesir: Dar al- Ma’arif, 1994)