JejakPendidikan- Li’an secara
bahasa berasal dari kata la’ana (لعن) yang berarti mengutuk.[1]
sedangkan menurut istilah dalam Hukum Islam, li’an ialah sumpah yang diucapkan
oleh suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian
bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah
kesaksian kelima disertai pernyataan bahwa ia bersedia menerima la’nat Allah
SWT jika ia berdusta dalam tuduhannya itu.
Agarli’an sah hukumnya, maka disyaratkan suami istri tersebut haruslah orang
mukallaf (baligh dan berakal sehat) yang menuduh istrinya dengan tuduhan zina
dan istri berdusta dengan tuduhan tersebut hingga saat terjadinya li’an.
Kemudian hal tersebut akan diputuskan oleh hakim yang mengadili.
Fasakh
adalah perceraian yang diselenggarakan oleh hakim berdasarkan atas sebab-sebab
yang telah ditetapkan oleh syari’ah salah satu suami/isteri sakit gila, sopak
(belang), sakit kusta (lepro). Suami innin (tidak kuasa bersetubuh) suami
miskin, tidak kuasa memberi makan, pakaian atau tempat kediaman kepada
isterinya (seperti telah ditetapkan pada syari’ah) fasakh dapat juga diminta apabila
pernikahan sudah dijanjikan bahwa mempelai laki-laki atau mempelai wanita harus
mempenuhi syarat-syarat tertentu.
Fasakh
yang disebabkan rusak atau terdapatnya cacat dalam akad nikah antara lain
sebagai berikut:
- Setelah pernikahan berlangsung dikemudian hari diketahui bahwa suami isteri adalah saudara sekandung, seayah, seibu atau saudara sepersusuan.
- Salah seorang diantara suami isteri itu murtad (keluar dari agama Islam).
- Suami atau isteri mempunyai penyakit yang gawat, atau cacat pada salah satu pihak yang menghalangi kehidupan seksual yang wajar.
- Suami tidak mampu memberi nafkah.
- Suami menghilang dalam waktu yang lama (4 bulan).[2]
Cerai
mati adalah status dari mereka yang ditinggal mati oleh suami/isterinya dan
belum kawin lagi. Dasar hukum dari cerai mati sebenarnya diatur dalam UUP
maupun KHI, yaitu mengenai putusnya perkawinan. Namun, memang tidak diberikan
secara khusus definisi cerai mati peraturan perundang-undangan yang ada.
[1] Anshori Umar, Fiqih
Wanita, (Semarang : as-Syifa), 2006, h. 441.
[2] Abdul Aziz
Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, (Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoeve), 1996, h. 320.