Advertisement
JEJAK PENDIDIKAN- MAKNA NILAI
Bila pendidikan
dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada
tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh
pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang
terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. H.M. Arifin menyebutkan,
tujuan proses pendidikan Islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung
nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang
berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.[1]
Add caption |
Nilai-nilai ideal
itu mempengaruhi dan mewarnai pola kependidikan manusia, sehingga menggejala
dalam prilaku lahiriahnya.[2] Nilai (value) dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang
lingkupnya. Nilai tersebut erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas
manusia yang kompleks, sehingga sulit ditemukan batasannya. Dalam Ensiklopedia
Britannica dikatakan ”Value is a determination or quality of an object
which in values any sort or interest (28:963) Nilai adalah suatu ketetapan
atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat”.[3]
Nilai itu praktis
dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di
dalam masyarakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu
cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu atau bersifat
khayali. Dalam pandangan Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak
dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang
penting. Sedang
Green memandang nilai sebagai kesadaran yang secara relatif berlangsung dengan
disertai emosi terhadap obyek, ide dan perseorangan. Lain halnya dengan Wood
yang menyatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah
berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan
sehari-hari.[4]
Dalam arti lain,
nilai adalah konsep-konsep abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat,
mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan
salah. Misalnya nilai budaya, maksudnya konsep abstrak mengenai masalah dasar
yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia, atau nilai keagamaan.
Maksudnya adalah konsep mengenai penghargaan yang diberikan oleh warga
masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan beragama yang bersifat
suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan.[5]
Menurut Sidi
Ghazalba, nilai bersifat ideal, abstrak dan tidak dapat disentuh oleh
pancaindera, sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau tingkah laku yang
mengandung nilai tersebut. Nilai juga bukan fakta yang berbentuk kenyataan dan
konkrit. Oleh karena itu, masalah nilai bukan masalah benar dan salah, tetapi
soal dikehendaki atau tidak sehingga bersifat subyektif.[6] Menurut
Lois. Kattsoft, nilai diartiakan sebagai berikut:
a. Nilai merupakan kualitas empiris yang
tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami secara
langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak
semata-mata subjektif melainkan ada tolak ukur yang pasti yang terletak pada
esensi objek itu.
b. Nilai sebagai objek dari suatu
kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran,
dapat memperoleh nilai jika suatu ketika berhubungan dengan subjek-subjek yang
memiliki kepentingan. Pengertian ini hamper sama dengan pengertian antara garam
dan emas tersebut di atas.
c. Sesuai dengan pendapat Dewey, nilai
adalah sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi
kehidupan.
d. Nilai sebagai esensi nilai adalah ciptaan
yang tahu, nilai sudah ada sejak semula terdapat dari setiap kenyataan, namun
tidak bereksistensi, nilai itu bersifat objektif dan tetap.
[1] Armai
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pres, 2002), hlm. 15-16.
[2] H.M
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) IV, hal
119.
[3] Dikutip
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Panctisila
(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 133.
[4] Wila
Huky, DA, Pengantar Sosiologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal.
146.
[5] Tim
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989), Cet. III, hal. 615.
[6] sidi
Ghazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, III, 1981),
hal. 467.