JEJAK
PENDIDIKAN-PENGERTIAN KUTAB
http://fahrizal91.blogspot.co.id/ |
Rasulullah
memutuskan tentang tawanan perang Badar, agar setiap tawanan yang tidak punya
harta untuk menebus, mengajar 12 anak-anak muslimin sebagai tebusannya. Kuttab
dibagi dua:
1. Kuttab Awwal: pada jenjang ini, anak-anak belajar membaca,
menulis, menghapal al Quran, ilmu dasar agama dan berhitung dasar.
2. Kuttab Qonuni: pada jenjang ini anak-anak dan remaja belajar ilmu
bahasa dan adab. Mereka belajar ilmu-ilmu agama, hadits dan berbagai macam ilmu
lainnya.[1]
Semangat yang sangat tinggi pada
muslimin saat itu untuk belajar Al Quran, membuat Kuttab ini berkembang sangat
pesat.
Seiring
dengan itu, mulai bermunculan Kuttab khusus anak-anak yatim. Tujuan
pendiriannya adalah mengajari ilmu bagi anak-anak yatim, anak-anak tidak mampu,
anak-anak tentara dan para pengangguran, untuk menjaga dan memelihara mereka
sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Hal ini agar mereka tetap bisa belajar
dalam asuhan ilmu dan masyarakat, walaupun tidak mempunyai kemampuan untuk
masuk ke Kuttab atau memanggil pengajar ke rumah mereka.
Perhatian
terhadap Kuttab khusus anak yatim ini sangat tinggi di zaman dinasti Az
Zankiyyin, Al Ayyubiyyin dan Al Mamalik. Nuruddin Az Zanki salah seorang
pemimpin membangun Kuttab anak yatim di banyak wilayahnya dan menggaji para
pengajarnya berikut anak-anak yatimnya dengan gaji yang tinggi.
Besarnya
Kuttab berbeda satu dengan yang lainnya. Kuttab Abul Qosim al Balkhi menampung
3000 murid. Riwayat Yaqut menunjukkan bahwa Kuttab ini terpisah dari masjid
dengan luas yang mampu menampung jumlah tersebut. Sampai-sampai al Balkhi sang
guru harus memakai kendaraannya untuk mengelilingi murid-muridnya itu dan
membimbing mereka.[2]
Peralatan Kuttab:
Kuttab
biasanya dialasi dengan alas seperti karpet tempat anak-anak duduk bersila di
sekitar guru mereka. Peralatan belajar mereka terdiri dari Mushaf Al Quran,
beberapa Lauh (papan kayu untuk menulis), tinta dan pena. Adapun guru duduk di
atas kursi. Terkadang kursi diganti dengan bangunan yang lebih tinggi yang
digelari karpet.[3]
Usia Pembelajaran:
Secara
umum, usia pembelajaran Kuttab sejak dini yaitu 5 atau 6 tahun. Anak-anak akan
terus ada di Kuttab sampai menyempurnakan hapalan seluruh Al Quran atau
sebagiannya, selain belajar membaca dan menulis, sebagian ilmu bahasa,
berhitung dan berbagai ilmu alat untuk memahami agama.[4]
Anak-anak
berada di Kuttab hingga usia 12 tahun atau kurang dari itu. Tetapi tidak
menutup kemungkinan ada yang lebih dari 12 tahun.
Dikarenakan
sejak usia kecil mereka telah pergi ke Kuttab, maka keluarga harus menyertakan
para penyerta (pengantar) pada kepergian dan kepulangan. Penyerta ini
disebut as Saiq (hari ini diterjemahkan: sopir). Di mana
disyarakatkan bagi penyerta agar mempunyi sifat amanah, bisa dipercaya dan
ahli, karena mereka menerima anak di pagi dan sore hari dan bersama mereka di tempat-tempat
sepi. Maka mereka harus mempunyai sifat itu.[5]
Perhatian terhadap Kuttab sangat besar dari
muslimin. Terutama untuk menjaga keselamatan anak-anak mereka. Maka mereka
membuat aturan-aturan dan kaidah-kaidah untuk menjaga mereka dari penyakit
sosial dan akhlak. Perhatian itu meliputi semua hal hingga waktu istirahat
Kuttab, pergi dan pulang.
Syarat-Syarat
Guru Kuttab:
Guru
mempunyai berbagai tugas. Guru mempunyai tugas seakan dia guru privat. Tetapi
mereka bergerak dalam aturan dan panduan tertentu yang harus ditaati.
Masyarakat
sangat berhati-hati dalam memilih guru anak-anak. Mereka tidak memilih guru
kecuali yang mempunyai akhlak yang baik, sifat-sifat baik yang banyak di
antaranya dikenal dengan keistiqomahan, sifat menjaga dirinya, keadilan dan
kemampuan standar tentang al Quran dan ilmu-ilmunya. Para fuqoha’ memberikan
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh para guru Kuttab. Al Qobisi mensyaratkan
agar guru berwibawa tetapi tidak kasar, tidak berwajah cemberut, marah, tidak
ramah, akrab anak-anak dengan lembut. Dan harus membimbing adab anak-anak demi
kemaslahatan mereka.[6]
Tugas
pembimbingan guru Kuttab disejajarkan dengan muhtasib (petugas amar ma’ruf nahi
mungkar). Maka disyaratkan bagi guru agar mempunyai keshalehan, penjagaan diri,
amanah, hapal Al Quran, tulisannya baik, mengetahui ilmu berhitung. Dan yang
lebih diutamakan adalah yang telah menikah. Bagi bujangan tidak diizinkan
membuka Kuttab kecuali jika telah berusia lanjut, dikenal agama dan
kebaikannya, itu pun belum diizinkan mengajar kecuali dengan rekomendasi baik
dan keahlian yang pasti.[7]
Kurikulum
Dirosah:
Anak
diminta untuk menghapal Al Quran semuanya atau sebagiannya. Belajar membaca,
menulis, khot (bentuk tulisan), konsep dasar berhitung. Para murobbi sangat
konsentrasi dalam membentuk pribadi yang baik dan stabil dengan membiasakan
mereka menulis untuk masyarakat, saling mengajar di antara mereka khususnya
dari anak-anak yang istimewa ilmunya yang dikenal dengan al ‘Ariif. Saling
mendikte ilmu. Bagi yang telah baligh dan layak jadi imam ditunjuk untuk
mengimami shalat berjamaah. Dengan selalu memperhatikan aplikasi ilmu yang
telah mereka pelajari.
Jika
guru telah selesai mengajari membaca, menulis dan menghapal al Quran, maka
selanjutnya mengajar dasar-dasar ilmu agama dan bahasa. Itu artinya, aktifitas
Kuttab sampai mengajarkan hadits, adab, aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang
disesuaikan dengan umur dan pemahaman, demikian juga kaidah-kaidah bahasa,
melatih mereka secara bertahap surat menyurat dan syair yang baik, hingga
mereka terbiasa.[8]
[1] at Tarbiyah wa at Ta’lim fi al
Islam h. 110
[2] at Tarbiyah al Islamiyah, Ahmad
Syalabi, h. 54,
[3] kecil (Adab al
Mu’allimin, Ibn Suhnun h. 50
[4] at Tarbiyah fi al Islam h. 130
[5] Nihayah ar Rutbah fi Thalab al
Hisab h. 104
[6] Adab al Mu’allimin h. 47
[7] Ma’alim al Qurbah fi Ahkam al
Hisbah h. 260
[8] Tarikh at Tarbiyah al
Islamiyah h. 226