JEJAK PENDIDIKAN- PENGERTIAN TES
Istilah
tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno
yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah piring yang
dibuat dari tanah
http://fahrizal91.blogspot.co.id/ |
Sebelum
sampai kepada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari
beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini.
1)
Tes
Tes
adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana, dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk
mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: Melingkari
salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang
salah, dan sebagainya.
2)
Testee
(Dalam
istilah bahasa Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan
tes. Orang inilah yang dinilai dan diukur, baik mengenai kemampuan, minat,
bakat, pencapaian, dan sebagainya.
3)
Tester
(Dalam istilah indonesia pencoba)
adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para
responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi, tugas tester adalah:
a.
Menpersiapkan
ruangan dan perlengkapan yang diperlukan.
b. Membagikan lembaran tes dan alat-alat
lain untuk mengerjakan.
c. Menerangkan cara mengerjakan tes.
d. Mengawasi responden mengerjakan tes.
e. Memberikan tanda-tanda waktu.
f. Mengumpulkan pekerjaan responden.
g. Mengisi berita acara atau laporan yang
diperlukan (jika ada).
B. PERSYARATAN TES
Dalam
buku dasar-dasar evaluasi pendidikan pada awal pembahasan disebutkan
mengukur panjang sisi meja dengan menggunaka karet elasti yang diulur-ulur sama
halnya dengan tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Apabila
situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes, maka dapat
disajikan dalam situasi berikut ini:
Seorang
guru yang belum berpengalaman dalam bidang menyusun tes, mengadakan tes bahasa
Indonesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan
yang bermaksud untuk mengukur kemampuam siswa menangkap isi bacaan tersebut.
Kemudian siswa disuruh untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacan itu dan
menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung, guru menungguinya dengan
teliti dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama.
Tes berjalan dengan tertib.
Dari
contoh diatas yang kurang baik adalah tesnya, pertanyaan ddisusun dengan kurang
cermat. Para siswa dibebaskan untuk memilih kata-kata yang sukar dan
menerangkannya. Dengan demikian akan perdapat banyak sekali variasi jawaban
sehingga guru akan menjumpai kesulitan pada saat menilai. Guru tidak dapat
memperoleh gambaran tentang tingkatan kemampuan siswanya.
Dari
contoh dan keterangan diatas dengan singkat dapat dikaatakan bahwa sumber
persyaratan tes didasarkan atas dua hal:
Pertama : menyangkut mutu tes
Kedua : menyangkut pengadministrasian dalam
pelaksanaan.
Walaupun
dalam pelaksanaan tes sudah diusahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara,
dan prosedur yang telah ditentukan namun tes ini sendiri mengandung kelemahan. Gilbert
sax (1980) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
1) Adakalanya tes (secara psikologis
tepaksa) menyinggung pribadi seseorang walaupun secara tidak disengaja.
2)
Tes
menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni.
Di dalam penelitiannya, Kirkland menyimpulkan bahwa:
a) Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi
murni dan tidaknya hasil belajar siswa.
b) Murid yang kurang pandai mempunyai
kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berkemampuan tinggi.
c) Kebiasaan terhadap tipe tes dan
pengadministrasiannya, mengurangi timbulnya kecemasan dalam tes.
d) Bila soal bersifat ingatan, maka simurid
akan mendapat hasil yang baik. Akan tetapai hasilnya tidak baik bila soalnya
bersifat pikiran.
e) Anak perempuan mempunyai kecemasan yang
tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.
3) Tes mengkata gorikan siswa secara tetap
Dengan mengikuti hasil tes pertama
kadang-kadang orang membedakan cap kepada siswa menurut kelompok atau
katagorinya, misalnya A termasik pandai, sedang, atau kurang. Sangat sukar bagi
tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak jelek hasil tes
selanjutnya.
4)
Tes
tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siwa
Dengan rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang kurang
pandaihanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara seperti ini boleh jadi
menguntungkannya karena bisa mengefektifkan waktu. Siswa yang pandai, karena
terlalu hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu
butir ted dan merekapun bisa kehilangan banyak waktu.
5)
Tes
hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas
Manusia
mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes.
Tingkah laku sebagai cermin dari sifat-sifat manusia, adakalanyalebih cocok
diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat lain mungkin perlu
diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes.
C. CIRI-CIRI TES YANG BAIK
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai
alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
1) Validitas
Sebelum
mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti
istilah dari “Validitas” dengan “Valid” . Validitas merupakan sebuah kata
benda. Sedangkan “valid” merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari
tidak sedikit siswa atau guru mengatakan : “tes ini baik karena sudah
validalitas” jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang benar adalah: “tes ini
sudah baik karena sudah memiliki validalitas yang tinggi”.
Sebuah
data dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan kenyataan senyatanya. Sebagao
contoh, informasi tentang seseorang bernama A menyebutkan bahwa dia orang yang
pendek karena tingginya tidak lebih dari 140cm. Data tentang si A dikatakan
valid apabila memang sesuai dengan kenyataannya.
Secara
garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas
empiris.
a) Validitas logis
Kata “logis” berasal
dari kata “logika” yang berarti penalaran. Dengan makna demikian validitas
logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah
instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Misalnya
membuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu
secara logis karangannya sudah baik.
b) Validitas empiris
Kata “empiris” yang
artinya pengalaman. Sebuah insrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris
apabila sudah diuji dari pengalamannya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari
seseorang dapat dikatakan jujur apabiladalam pengalaman dibuktikan bahwa orang
tersebut memang jujur.
2) Reliabilitas
Reabilitas
diambil dari kata reability yang artinya dapat dipercaya. Seorang
dikatakan dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara benar, tidak
berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Contoh:
NAMA SISWA
|
TES PERTAMA
|
TES KEDUA
|
Amin
|
6
|
7
|
Ali
|
5,5
|
6,6
|
Ahmad
|
8
|
9
|
Yasin
|
5
|
6
|
Yusuf
|
6
|
7
|
Elvi
|
7
|
8
|
Dari
tabel diatas hasil tes yang kedua lebih baik bila dibandingkan dengan tes
pertama, dan kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan
dapat memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali
disebabkan oleh adanya pengalaman yang diperoleh pada waktu pengajaran pertama.
Dalam keadaan separti ini dikatakan adanya akibat yang dibawa karena siswa
telah mengalami suatu kegiatan.
3) Objektivitas
Objektif
berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif
adalah subjektif, artinya terdapat unsur prbadi yang masuk mempengaruhi. Ada
dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas yaitu:
a) Bentuk tes
Tes yang berbentuk
uraian, akan banyak memberi banyak kemungkinan kepada sipenilai menurut caranya
sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang mengerjakan
soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang
penilai.
b) Penilai
Subjektivitas dari
penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai
terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan
sebagainya. Untuk menghindari atau mengurangi masuknya unsur subjektifitas
dalam pekerjaan penilaian, maka penilaian harus dilakukan dengan mengingat
pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah administrasian yaitu
kontinuititas (terus menerus) dan komprehensif (menyeluruh).
4) Praktikabilitas
Sebuah
tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis.mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a) Mudah dilaksanakan, misalnya tidak
menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kapada siswa untuk
mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
b) Mudah memeriksanya, artinya tes itu
dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya.
c) Dilengkapi dengan petujuk-petujuk yang
jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.
5) Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah bahwa
pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang
banyak, dan waktu yang lama