Beranda · Teknologi · Olahraga · Entertainment · Gaya Hidup

TES ADALAH

JEJAK PENDIDIKAN- PENGERTIAN TES
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah  piring yang dibuat dari tanah
http://fahrizal91.blogspot.co.id/
http://fahrizal91.blogspot.co.id/
Seorang ahli bernama James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunyayang berjudul Mental Test and Measurument. Banyak ahli yang mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah tes inteligensi yang disusun oleh seorang Prancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal dengan tes Binet-Simon (tahun 1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-bedakananak menurut inteligensinya. Dari inilah kita kenal dengan istilah: umur kecrdasan (mental age), umur kalender (cronologial age), dan indeks kecerdasn.
Sebelum sampai kepada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini.
1)        Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: Melingkari salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, dan sebagainya.
2)                                Testee
(Dalam istilah bahasa Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang dinilai dan diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian, dan sebagainya.
3)        Tester
            (Dalam istilah indonesia pencoba) adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi, tugas tester adalah:
a.    Menpersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan.
b.   Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan.
c.    Menerangkan cara mengerjakan tes.
d.   Mengawasi responden mengerjakan tes.
e.    Memberikan tanda-tanda waktu.
f.    Mengumpulkan pekerjaan responden.
g.   Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada).

B.       PERSYARATAN TES
Dalam buku dasar-dasar evaluasi pendidikan pada awal pembahasan disebutkan mengukur panjang sisi meja dengan menggunaka karet elasti yang diulur-ulur sama halnya dengan tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut ini:
Seorang guru yang belum berpengalaman dalam bidang menyusun tes, mengadakan tes bahasa Indonesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang bermaksud untuk mengukur kemampuam siswa menangkap isi bacaan tersebut. Kemudian siswa disuruh untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacan itu dan menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung, guru menungguinya dengan teliti dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama. Tes berjalan dengan tertib.
Dari contoh diatas yang kurang baik adalah tesnya, pertanyaan ddisusun dengan kurang cermat. Para siswa dibebaskan untuk memilih kata-kata yang sukar dan menerangkannya. Dengan demikian akan perdapat banyak sekali variasi jawaban sehingga guru akan menjumpai kesulitan pada saat menilai. Guru tidak dapat memperoleh gambaran tentang tingkatan kemampuan siswanya.
Dari contoh dan keterangan diatas dengan singkat dapat dikaatakan bahwa sumber persyaratan tes didasarkan atas dua hal:
Pertama  : menyangkut mutu tes
Kedua     : menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan.
Walaupun dalam pelaksanaan tes sudah diusahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan prosedur yang telah ditentukan namun tes ini sendiri mengandung kelemahan. Gilbert sax (1980) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
1)   Adakalanya tes (secara psikologis tepaksa) menyinggung pribadi seseorang walaupun secara tidak disengaja.
2)        Tes menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni. Di dalam penelitiannya, Kirkland menyimpulkan bahwa:
a)   Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar siswa.
b)   Murid yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berkemampuan tinggi.
c)   Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengadministrasiannya, mengurangi timbulnya kecemasan dalam tes.
d)  Bila soal bersifat ingatan, maka simurid akan mendapat hasil yang baik. Akan tetapai hasilnya tidak baik bila soalnya bersifat pikiran.
e)   Anak perempuan mempunyai kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.
3)   Tes mengkata gorikan siswa secara tetap
   Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang membedakan cap kepada siswa menurut kelompok atau katagorinya, misalnya A termasik pandai, sedang, atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak jelek hasil tes selanjutnya.
4)        Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siwa
                Dengan rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang kurang pandaihanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara seperti ini boleh jadi menguntungkannya karena bisa mengefektifkan waktu. Siswa yang pandai, karena terlalu hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu butir ted dan merekapun bisa kehilangan banyak waktu.
5)        Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas
Manusia mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat-sifat manusia, adakalanyalebih cocok diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes.

C.  CIRI-CIRI TES YANG BAIK
 Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
1)   Validitas
Sebelum mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti istilah dari “Validitas” dengan “Valid” . Validitas merupakan sebuah kata benda. Sedangkan “valid” merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan : “tes ini baik karena sudah validalitas” jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang benar adalah: “tes ini sudah baik karena sudah memiliki validalitas yang tinggi”.
Sebuah data dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan kenyataan senyatanya. Sebagao contoh, informasi tentang seseorang bernama A menyebutkan bahwa dia orang yang pendek karena tingginya tidak lebih dari 140cm. Data tentang si A dikatakan valid apabila memang sesuai dengan kenyataannya.
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.
a)    Validitas logis
Kata “logis” berasal dari kata “logika” yang berarti penalaran. Dengan makna demikian validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Misalnya membuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik.
b)   Validitas empiris
Kata “empiris” yang artinya pengalaman. Sebuah insrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalamannya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari seseorang dapat dikatakan jujur apabiladalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur.
2)   Reliabilitas
Reabilitas diambil dari kata reability yang artinya dapat dipercaya. Seorang dikatakan dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara benar, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Contoh:
NAMA SISWA
TES PERTAMA
TES KEDUA
Amin
          6
       7
Ali
          5,5
       6,6
Ahmad
          8
       9
Yasin
          5
       6
Yusuf
          6
       7
Elvi
          7
       8

Dari tabel diatas hasil tes yang kedua lebih baik bila dibandingkan dengan tes pertama, dan kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan oleh adanya pengalaman yang diperoleh pada waktu pengajaran pertama. Dalam keadaan separti ini dikatakan adanya akibat yang dibawa karena siswa telah mengalami suatu kegiatan.
3)   Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya terdapat unsur prbadi yang masuk mempengaruhi. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas yaitu:
a)    Bentuk tes
Tes yang berbentuk uraian, akan banyak memberi banyak kemungkinan kepada sipenilai menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang mengerjakan soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang penilai.
b)   Penilai
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan sebagainya. Untuk menghindari atau mengurangi masuknya unsur subjektifitas dalam pekerjaan penilaian, maka penilaian harus dilakukan dengan mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah administrasian yaitu kontinuititas (terus menerus) dan komprehensif (menyeluruh).
4)   Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis.mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a)    Mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kapada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
b)   Mudah memeriksanya, artinya tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya.
c)    Dilengkapi dengan petujuk-petujuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.
5)   Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama