JEJAK PENDIDIKAN-Syarat-Syarat
Seorang Perawi
Raawi menurut
bahasa berasal dari kata riwaayah yang merupakan
bentuk mashdar dari kata kerja rawaa-yarwii,yang
berarti”memindahkan atau meriwayatkan”. Bentuk plural dari kata raawii adalah ruwaat.
Jadi raawii adalah orang yang meriwayatkan atau menuliskan
dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengarnya dan diterimanya dari
seseorang.
Seorang
perawi mempunyai peran yang sangat penting dan sudah barang tentu menurut
pertanggungjawaban yang cukup berat, sebab sah atau tidaknya suatu hadist juga
tergantung padanya. Mengenai hal-halyang seperti itu, jumhur ahli Hadits, ahli
ushul dan fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadits, yaitu
sebagai berikut:
1.
Islam
Pada
waktu periwayatan hadits, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut Ijma,
periwayat seseorang yang kafir tidak dapat diterima. Seandainya seorang fasik
pun kita disuruh tawaquf, maka lebih-lebih orang kafir. Allah
berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. AL-Hujarat (49) :6)
2.
Baligh
Yang
dimaksud Baligh adalah perawinya cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis, walau
pun menerimanya sebelum baligh. Rasulullah bersabda:
رفع
القلم عن ثلاثة عن المجنون المغلوب على عقله حتى يفيق النإم حتى يستيقظ وعن الصبي
حتى يحتلم (رواه ابو داود)[1]
“Hilang kewajiban menjalankan syari’at islam dari tiga golongan, yaitu orang gila sampai dia sembuh, orang tidur sampai bangun dan anak-anak sampai ia mimpi”.(HR. Abu Daud dan Nasa’i)
3.
Adil
Yang
dimaksud adil adalah suatu sifat yang meletak pada jiwa seseorang yang
menyebabakan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap bertaqwa, menjaga
kepribadian dan percaya kepada diri sendiri.
4.
Dhabit
يتقظ
الراوى حين تحمله وفهمه لما سمعه وحفظه لذالك من وقت
التحمل
الى وقت الاداء
Teringat
kembali perawi saat penerimaan dan pemahaman suatu hadits yang iya dengar dan
hafal sejak waktu menerima hingga menyampaikannya.
Jalannya
mengetahuin kedhabitan perawi dengan jalan I’tibar terhadap
berita-beritanya dengan berita-berita yang tsiqat dan
memberikan keyakinan. Ada juga yang mengatakan, bahwa disamping syarat-syarat
yang disebutkan di atas, antara satu perawi dengan perawi lain harus
bersambung, hadits yang disampaikan itu tidak syadz, tidak ganjil
dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang lebih kuat ayat-ayat Al-Quran.