Jejak pendidikan
- Kritik
terhadap penerapan syariat islam
http://fahrizal91.blogspot.co.id/ |
Menurut Teuku Reiza Yuanda,
penerapan syariat islam lebih berkorelasi dengan aspek politik, yaitu sebagai
upaya pemerintah menyelesaikan konflik Aceh. Syariat islam cenderung di
praktekkan dengan cara-cara kekerasan oleh masyarakat dan pihak pelaksana
syariat islam sendiri tidak berdaya mencegah aksi kekerasan masyarakat
tersebut. Hala yang sering muncul kepermukaan adalah kasus mesum, khalwat,
judi, khamar yang direspon masyarakat melalui sweeping di kafe dan jalan dengan
penekana pada busana wanita. Pelaksanaan syariat telah terjadi pelanggaran
terhadap serangkaian aturan lainnya, apakah korupsi dan manipulasi keuangan
Negara dibenarkan dalam islam? Apakah menghujat orang lain, memukul dan menghina
pelaku pelanggar syariat islam tanpa proses hukum yang adil dibenarkan dalam
islam? Sebagian besar masyarakat Aceh membenci pelanggar syariat islam padahal
justru si pembenci sendiri terkadang jarang beribadah untuk melakukan kewajian
sebagai seorang muslim.
Sedangkan H.Taqwaddin mengkritisi
hukum rajam bagi pelaku zina dan di potong tangan untuk mencuri yang sedang
hangat diwacanakan di Aceh sekarang.
1.
Negara tidak layak merajam orang yang berzina jka Negara tidak mampu
menangkal media yang menjurus kepada hal-hal yang berbau porno dan memicu
zina. Negara harus menjalankan fungsinya dengan baik.
2.
Fungsi dan peranan hukum sering disamarkan sehingga seolah-olah masyarakat
kalangan bawah tidak berlaku bagi kalangan atas.
Pemberlakuan syariat islam secara
kaffah, yaitu keikutsertaan pemerintah untuk menegakkan agama islam secara
semourna. Segala bidang baik hukum, kesenian, pendidikan, system pemerintahan
akan akan dijalankan sesuai tata aturan yang dituangkan dalamhukum syariat
islam. Membangkitkan semangat keagamaan dan memberikan ganjaran bagi merekan
yang tidak menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai tuntutan hidup.
Pada periode ini dibuatlah aturan
dalam bentuk qanun sebagai rujukan hakim untuk mengadili pelanggar syaariah.
Pemerintah juga membentuk polisi khusus (wilayatul hisbah) untuk mengawasi dan
mensosialisasikan jalannya qanun tersebut. Dinas syariat islam dibentuk untuk
mengkoordinir terlaksananya syariat islam menjadi satu kesatuan. Peranan ulama
sebagai penuntun dalam menelaah agama islam juga tidak di abaikan. Maka
di bentuklah MPU ( majelis permusyawaratan ulama ). Sebagai pemberi
masukan, saran dan kritik.
Beberapa kemajuan yang dicapai sejak
dari pertama diberlakukan diantaranya, kedudukan sekolah umum dengan sekolah
madrasah menjadi setara. Kesempatan mengajar pelajaran agama di sekolah oleh
guru dayah. Tgk imum gampong, guru pengajian memperoleh honorarium dari
pemerintah. Pembangunan balai pengajian dan kegiatan penagjian di danai oleh
pemerintah.
Pemerintah ingin memperbaiki
kesalahan orde lama dan orde baru saat syariat islam secara kaffah bukan
tuntutan masyarakat Aceh umumnya. Hasil penelitian oleh bustami ( pasca sarjana
UGM, 2004 ) memperlihatkan bahwa kalangan ulama dan aktifis mahasiswa memang
melakukan tuntutan agar syariat diberlakukan di Aceh, sedangkan aktivis LSM,
cendekiawan, dan masyarakat kalangan bawah, tidak pernah melakukannya.
Jadi dalam penerapan syariat islam
ini ada dua serangkai kuat dalam masyarakat. ulama sebagai pemimpin dan
pengarah hidup dalam masyarakat. mahasiswa meski sebagai intelektual muda,
pemerintahan setangguh rezim Soeharto bisa ditumbangkan, artinya peranan
mahasiswa dalam masyarakat sangat besar.
Jika dikaitkan dengan pendapat Teuku
Reiza yuanda yang telah diuraikan sebelumnya, penerapan syariat islam lebih
berkorelasi dengan aspek politik. Maka kekuatan ulama dan mahasiswa digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi masyarakat agar berpersepsi syariat
islamlah juru kunci perdamaian di Aceh karena ulama sebagai orang cerdik dan
bijak saja berdiri digaris depan.
Banyak kejanggalan dan kekurangan
dari segi penerapan dari hukum syariat. Syariat islam yang paling mengemuka
dari tahun 2001-sekarang adalah khalwat, judi, khamar, jilbab wanita, celana
panjang bagi wanita. Akhir-akhir ini pun sempat di hebohkan dengan wacana
pemberlakuan rajam bagi pelaku zina dan potong tangan bagi pencuri.
Memang minuman keras dapat
menjerumuskan seseorang untuk melakukan perbuatan keji lain seperti pembunuhan,
zina dan dosa-dosa besar lainnya. Judi dapat membawa kesengsaraan karena
sifatnya untung-untungan. Negitu juga dengan pakaian yang menonjolkan lekuk
tubuh wanita yang merupakan aurat bagi mereka dan khalawat akan mendorong
terjadinya pemerkosaan, perzinaan, pelecehan terhadap kehormatan wanita. Lebih
parah lagi zina akan menghasilkan keturunan yang tidak diridhai oleh Allah,
terlunta-luntanya anak-anak hasil zina,
Namun mengapa sampai sekarang tidak
ada seorang pun pejabat pernah dihukum yang telah ketahuan melakukan KKN terus
merajalela. Untuk Pemkab Aceh Utara sendiri 22 milyar uang rakyat lenyap, namun
tidak ada sorotan dalam bidang syariat islam.
Lading ganja, pembunuhan, perampokan
terus saja merajalela namun tidak pernah ada penanganan yang serius dari pihak
berwenang. Media massa yang tidak islami terus saja bermunculan dan merupakan
pencetak oplah terbanyak di Aceh. Seperti Pro haba, rakyat Aveh, Metro
Aceh. Koran ini menonjolkan berita seks, kriminalitas tanpa menghormati
identitas korban suatu kejahatan. Dalam panduan komunikasi massa umum saja sudah
ditegaskan tidak boleh memuat suatu berita dengan mengabaikan hak-hak orang
yang diberitakan apalagi dalam komunikasi islami.
Hal ini selaras dengan pendapat
H.Taqwaddin yang mengatakan pemerintahan tidak layak merajam orang yang berzina
jika Negara tidak mampu menangkal mediayang menjurus kepada hal-hal yang berbau
porno. Percuma saja pelarangan zina jika hal-hal yang memicu terjadinya zina
terus menerpa umat islam.
Dari segi pakaian mengapa selalu
celana panjang wanita yang menjadi sorotan dan rok menjadi solusinya? Jika rok
juga dapat menonjolkan aurat intinya kan sama saja. Mengapa kaum lelaki yang
memakai celana pendek tidak pernah dipermasalahkan? Padahal dia dalam islam
jelas diatur aurat wanita adalah seluruh tubuh dan laki-laki dari pusar hingga
lutut. Mengapa pula dalam VCD karya seni anak Aceh modelnya tidak memakai
pakaian yang islami dan ceritanya disajikan tidak islami. Mengapa hal itu tidak
mendapat perhatian dari dinas syariat islam atau pihak-pihak terkait lainnya.
Ada apa dibalik semua itu???
Mungkin yang perlu dilakukan agar
islam kembali jaya di Aceh sepeti pada masa Rasulullah adalah mencoba bangkit
dari hal-hal kecil tapi efeknya sangat besar. Seperti disiplin waktu, menjaga
kebersihan, ketertiban di jalan raya, penghormatan terhadap milik dan karya
intelektual orang lain, kesopanan, rasa cinta kepada Allah dan Rasul.
Sosialisasi syariat islam perlu
dilakukan dengan cara modern. Di bidang pakaian harus digiatkan seni merancang
busana yang islami karena ada kecenderungan masyarakat kita berbusana sesuai
trend. Maka kita harus menciptakan trend yang islami.
Dapat juga dilakukan melalui
pemanfaatan media milik pemerintah seperti TVRI dan RRI. Produktivitas TVRI
yang kurang berkembang perlu disokong dengan acara-acara yang berbasiskan
islam. Media cetak islami perlu digiatkan perkembangannya. Jadi intinya adalah
kita jangan hanya pandai melarang tanpa memberikan solusi, tapi solusi yang
tepat akan meminimalisir hal-hal yang menguras keimanan kepada Allah SWT.